- KERIS KYAI SETAN KOBER 17
- BAB 7 : BINTANG CEMERLANG 1
Karya :
Apung GWAP
Setelah
beberapa saat bayangan itu berjalan ke selatan, lalu berbelok ke arah barat,
dan tak lama kemudian bayangan itupun berhenti dan duduk diatas sebuah pohon
kelapa yang roboh melintang, menunggu Karebet yang semakin dekat.
Ketika
Karebet sudah berada didekatnya, maka bayangan itupun berkata
:"Karebet"
Meskipun
hanya terkena seberkas cahaya yang lemah, Karebet mengenalinya, orang itu
memang pamannya, Kebo Kanigara,
"Ya
siwa Kebo Kanigara" kata Karebet.
Karebet
maju selangkah, ia mencium tangan uwanya, lalu iapun duduk disebelahnya.
"Kau
memanggil aku ?" tanya Kebo Kanigara.
"Ya
wa, ada sesuatu yang penting" kata Karebet.
"Persoalan
apa ?" tanya Kebo Kanigara.
"Tadi
pagi aku dipanggil Kanjeng Sultan wa" kata Karebet, lalu iapun bercerita
tentang dirinya yang akan diangkat sebagai Adipati di Pajang, dan setelah
menjadi seorang adipati, iapun akan dinikahkan dengan Putri Sekar Kedaton.
Setelah
mendengar cerita Karebet, Kebo Kanigara menarik napas panjang, sambil tersenyum
:"Bagus Karebet, akhirnya ada juga darah Pengging yang akan menjadi
seorang Adipati, paling tidak, kau sama dengan kakekmu, Adipati Dayaningrat,
yang pernah menjadi Adipati di Pengging semasa kerajaan Majapahit"
"Ya
wa, setelah diwisuda menjadi Adipati Pajang, saya akan menikah dengan Sekar
Kedaton" kata Karebet.
"Ya,
kapan kau berangkat ke Pajang?" tanya Ki Kebo Kanigara.
"Setelah
semuanya siap wa, kira-kira dua tiga hari lagi, bersama petugas dari
Kraton" kata Karebet.
"Karebet,
sebelum Pajang menjadi sebuah kadipaten, aku akan memberimu sekedar bekal untuk
menjadi seorang Adipati" kata Ki Kebo Kanigara.
"Kadipaten
Pajang harus mempunyai beberapa buah pusaka sebagai sumber kekuatan yang tidak
kasat mata, yang bisa dijadikan sebagai sipat kandel berdirinya sebuah
kadipaten" kata uwanya.
"Dahulu,
kakekmu Pangeran Handayaningrat yang lebih dikenal sebagai Adipati Dayaningrat,
sewaktu menjadi Adipati Pengging, mempunyai pusaka sebuah keris berbentuk naga
luk tiga belas yang bernama Kyai Naga Siluman, keris pusaka pertama yang
menjadi sipat kandel berdirinya Kadipaten Pengging Witaradya, keris pusaka yang
bentuk luknya seperti sarpa nglangi" kata Kebo Kanigara.
"Keris
Kyai Naga Siluman mempunyai pamor beras wutah, mempunyai luk tiga belas, hampir
sama seperti keris dapur Naga Sasra, tetapi badan Kyai Naga Siluman tidak
kinatah emas. Kalau keris Naga Sasra, semua tubuh naga bertabur emas mulai dari
kepala naga sampai ujung ekor, tetapi kalau Kyai Naga Siluman bilah keris yang
berbentuk badan naga tanpa kinatah, yang separo badan naga mulai bagian tengah
badan sampai bagian ekor naga, menghilang, menyatu kedalam bilah keris,
sedangkan yang kinatah emas hanya mahkota naga saja" kata Kebo Kanigara.
"Untuk
meredam kegarangan Kyai Naga Siluman, maka pada mulut naga terlihat sedang
menggigit sebuah berlian. Keris Kyai Naga Siluman, milik ayah Adipati
Dayaningrat telah diwariskan kepadaku, saat ini pusaka Kyai Naga Siluman ada
padaku, dan selama ini keris itu aku rawat dengan baik" kata uwanya.
"Meskipun
keris pusaka Kyai Naga Siluman belum setingkat kalau dibandingkan dengan Kyai
Sangkelat, Kyai Nagasasra ataupun Kyai Sabuk Inten yang menjadi sipat kandel
Kasultanan Demak, tetapi Kyai Naga Siluman sudah cukup memadai untuk menjadi
sipat kandel Kadipaten Pajang" kata Kebo Kanigara.
"Tetapi
sipat kandel Kadipaten Pajang jangan hanya bertumpu pada sebuah keris Kyai Naga
Siluman saja, tetapi kau masih harus mencari pusaka2 yang lain yang dapat
digunakan sebagai sipat kandel untuk rangkapanmu sebagai seorang Adipati"
"Karebet,
aku wariskan keris Kyai Naga Siluman kepadamu dan nanti aku akan menemuimu
setelah kau sampai di Pajang, supaya keris dapat kau pakai pada saat diwisuda
oleh Sultan Trenggana" kata Kebo Kanigara.
"Ya
wa, nanti aku akan berada di Pajang, menunggu pembuatan bangunan Kadipaten
sampai selesai" kata Karebet.
"Karebet,
supaya Kadipaten Pajang bisa menjadi sebuah Kadipaten yang besar, kau perlu
dukungan dari orang2 yang mumpuni dalam olah kanuragan, karena tidak sedikit
kelangsungan keberadaan sebuah Kadipaten akan ditentukan oleh tajamnya sebuah
ujung pedang" kata uwanya
"Ya
wa, aku juga sudah mempersiapkan sampai kemungkinan yang terburuk, untuk itu
sudah ada beberapa orang yang bersedia bergabung dan akan membantu berdirinya
Kadipaten Pajang, dan nanti kalau sudah berdiri, mereka akan aku jadikan
sebagai warangka praja Kadipaten Pajang" kata Karebet.
"Siapa
saja yang telah bersedia mendukung maupun membantu babad alas berdirinya
Kadipaten Pajang?" tanya Kebo Kanigara.
"Tiga
orang yang sudah mumpuni dalam olah kanuragan dari Banyubiru, yaitu Ki Buyut
Banyubiru bersama dua orang adiknya, Ki Majasta dan Ki Wuragil" kata
Karebet.
"Bagus,
siapa lagi?" tanya Kebo Kanigara.
"Dua
orang pemuda pemberani, Mas Manca, anak angkat Ki Buyut Banyubiru, beserta Jaka
Wila anak dari Ki Majasta" kata Karebe.
"Bagus
Karebet, semakin banyak yang mau membantu, semakin baik" kata Kebo
Kanigara.
"Ada
lagi wa, kakang Pemanahan, kakang Penjawi dan kakang Juru Martani, tiga orang
berilmu tinggi dari Sela" kata Karebet.
"Ki
Pemanahan, cucu Ki Ageng Sela ?" kata Kebo Kanigara.
"Ya,
Ki Pemanahan anak Ki Nis dari Sela." Jawab Karebet.
"Apakah
kau sudah tahu Karebet, kalau Ki Ageng Sela, dahulu mempunyai sebuah tombak
yang ngedab-edabi, yang bernama tombak Kyai Plered" kata Kebo Kanigara.
"Ya
uwa, sekarang tombak pusaka Kyai Plered dimiliki oleh Ki Pemanahan"kata
Karebet.
"Tombak
Kyai Plered adalah tombak yang wingit dan ampuh, Karebet, tombak itu memang
luar biasa, tombak Kyai Plered mampu menembus ilmu kebal, bahkan ilmu kebal aji
Tameng Waja yang tidak mempan ketika ditusuk dengan sebuah pedang, dapat
ditembus oleh tombak Kyai Plered" kata Kebo Kanigara.
"Ilmu
kebal aji Tameng Waja tidak ada artinya jika berhadapan dengan Kyai
Plered" kata Kebo Kanigara.
"Ya
wa, alangkah bagusnya, kalau seandainya nanti tombak Kyai Plered bisa menjadi
sipat kandel Kadipaten Pajang" kata karebet.
"Ya,
tentu Kadipaten Pajang akan menjadi semakin kokoh" kata Kebo Kanigara.
Karebetpun
berangan-angan untuk menjadikan Kyai Plered yang mampu menembus ilmu kebal,
dapat menjadi sipat kandel Kadipaten Pajang.
Karebet
melihat ke pamannya yang mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi, pamannya yang
selama ini tidak mau memperlihatkan kemampuan dirinya, setelah itu Karebetpun
berkata :"Wa, apakah siwa tidak mau menjadi warangka praja Kadipaten
Pajang ?"
"Jangan
Karebet, aku berada dibelakang saja, tetapi aku akan membantumu kalau kau
mengalami kesulitan, tetapi para sahabat yang telah membantumu babad alas
berdirinya Kadipaten Pajang, dapat kau angkat sebagai warangka praja kadipaten
Pajang"
"Ya
wa" kata Karebet.
"Ada
yang perlu kau tanyakan lagi Karebet?" tanya Kebo Kanigara.
"Bagaimana
dengan rencana pernikahanku wa ?" tanya Karebet.
"Ya,
itu nanti setelah kau di wisuda menjadi seorang Adipati, tetapi nanti
pernikahanmu tetap akan aku pikirkan" kata Kebo Kanigara. "Terima
kasih wa" kata Karebet.
"Untuk
keperluan pada saat membangun dalem Kadipaten Pajang, dan keperluan pada awal
terbentuknya Kadipaten Pajang, kau pasti butuh belasan ekor kuda, di Pengging,
kita masih mempunyai beberapa ekor kuda, kau ambil saja semua untuk keperluanmu
di Pajang" kata uwanya.
"Ya
wa, di Tingkir, biyung juga mempunyai beberapa ekor kuda, nanti akan aku ambil
dan aku pergunakan untuk keperluan di Pajang" kata Karebet.
"Ya,
semakin banyak kuda yang tersedia, semakin baik, karena kau butuh kuda yang
banyak untuk para prajurit Pajang" kata uwanya.
"Untuk
pekerjaan pembangunan dalem Kadipaten, disamping ada petugas yang dari Kraton,
nanti aku akan mempekerjakan beberapa tukang kayu terbaik dari Pengging dan
dari Tingkir" kata Karebet.
"Bagus
Karebet, semakin banyak tukang kayu yang ikut bekerja, pekerjaan bisa semakin
cepat selesai" kata Kebo Kanigara.
"Ya
wa, nanti aku juga akan minta Ki Buyut Banyubiru dan Ki Pemanahan untuk
mengirim tukang kayunya" kata Karebet.
Kebo
Kanigara menganguk-angukkan kepalanya, iapun memuji rencana Karebet.
"Untuk
keperluan makan pekerja nanti, beras dan bahan pangan lainnya bisa dipasok dari
Pajang sendiri, dari Pengging atau dari Tingkir, itu semua menggunakan dana
dari kraton wa" kata Karebet.
"Baik
Karebet, masih ada lagi yang perlu kita bicarakan Karebet ?" tanya Kebo
Kanigara.
"Kelihatannya
sudah cukup wa" kata Karebet.
"Kalau
sudah cukup, kita berpisah, kau akan kembali ke dalem lor ?" tanya uwanya.
"Ya
wa, besok aku masih harus bertemu dengan Tumenggung Gajah Birawa" kata
Karebet, lalu iapun mencium tangan uwanya, kemudian Karebetpun berjalan ke arah
utara, sedangkan Kebo Kanigara berjalan ke arah barat.
Karebet
berjalan ke utara, tak lama kemudian iapun sudah sampai ke alun-alun, lalu
iapun berjalan menuju dalem lor.
Malam itu
kegelapan masih menyelimuti kotaraja Demak, dan secara perlahan waktu terus
berjalan sampai di langit sebelah timur telah terlihat semburat warna merah,
semakin lama semakin terang.
Pagipun
telah menyapa kotaraja Demak, burung-burung berkicau riang, seriang hati
Karebet yang akan mendapat kamukten menjadi seorang Adipati.
Pagi itu
dengan memakai pakaian seorang Lurah Wira Tamtama, Karebet berjalan menuju
Kraton.
Matahari
terus merayap naik, Lurah Karebet bersama seorang prajurit, mendapat tugas
berjaga di gedung pusaka.
Pada saat
yang bersamaan, di ruang pertemuan didalam Kraton, Kanjeng Sultan sedang
mengadakan pertemuan dengan belasan orang nayaka praja Kasultanan Demak.
Kanjeng
Sultan duduk didepan, disebelah kirinya, duduk pula Ki Patih Wanasalam,
sedangkan dihadapannya duduk bersila belasan orang Tumenggung dan beberapa
orang Panji dari berbagai kesatuan prajurit Demak.
Terlihat
ada beberapa orang Tumenggung dan beberapa orang Panji dari kesatuan prajurit
pengawal raja, Wira Tamtama dan Wira Braja, kesatuan perintis Wira Manggala,
kesatuan tempur Narapati dan pasukan penggempur Wirapati, kesatuan pasukan
panah Wira Warastra, kesatuan pasukan berkuda Turangga Seta, kesatuan pasukan
laut Jala Pati, dan dari kesatuan Patang Puluhan.
Kanjeng
Sultanpun mengutarakan beberapa pekerjaan besar yang dalam waktu dekat akan
segera dilaksanakannya.
"Demikianlah
para Tumenggung dan para Panji, rencana besar untuk beberapa candra kedepan,
dan kau Tumenggung Sindukarya, kau yang selama ini mengurus bangunan Kraton,
setelah ini kau bisa merencanakan pelaksanaan pembangunan empat buah bangunan"
kata Kanjeng Sultan.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" kata Tumenggung Sindukarya.
"Jangan
terlalu lama, setelah persiapan, dua tiga hari lagi kau bisa memberangkatkan
petugas ke tempat yang akan didirikan bangunan pesanggrahan dan Kadipaten"
kata Sultan Trenggana.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" kata Tumengung Sindukarya.
"Tumenggung
Surapati" kata Kanjeng Sutan
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata Tumenggung Surapati.
"Persiapkan
beberapa prajurit Wira Manggala untuk menyebarkan wara-wara dari Sultan Demak
di empat daerah, tentang pembuatan pesanggrahan dan pembentukan Kadipaten"
kata Sultan Trenggana.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" jawab Tumenggung Surapati.
"Tumenggung
Gajah Birawa" kata Kanjeng Sultan.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata Tumenggung Gajah Birawa.
"Karebet
supaya dilepas dari tugas Lurah Wira Tamtama, biar dia bisa ikut membangun
Kadipatennya di Pajang" kata Kanjeng Sultan.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" jawab Tumenggung Gajah Birawa.
"Ki
Patih Wanasalam" kata Sultan Trenggana.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata Patih Wanasalam.
"Ada
yang masih perlu dibicarakan ?" tanya Kanjeng Sultan.
"Mengenai
dana Kanjeng Sultan" jawab Ki Patih.
"Ya,
kau Panji Danapati" kata Sultan Trenggana.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata Panji Danapati
"Kau
sediakan dana untuk membangun dua buah dalem Kepangeranan dan dua buah dalem
Kadipaten, yang akan dibangun oleh Tumenggung Sindukarya" kata Kanjeng
Sultan.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" jawab Panji Danapati.
Ketika Kanjeng
Sultan menganggap penjelasannya semua sudah cukup, maka pertemuanpun
dibubarkan, dan Kanjeng Sultan berserta Ki Patih meninggalkan ruang pertemuan.
Siang
hari, setelah matahari melampaui puncak langit, seorang prajurit berjalan
menuju gedung pusaka, menemui Karebet.
"Ki
Lurah Karebet diharap datang ke ruang Wira Tamtama, dipanggil Tumenggung Gajah
Birawa" kata Prajurit itu.
"Ya,
terima kasih, aku kesana sekarang" kata Karebet, dan iapun berkata kepada
teman prajurit yang bersama-sama berjaga di gedung pusaka.
"Aku
akan ke gedung Wira Tamtama" kata Karebet.
Karebetpun
kemudian berjalan menuju ruang Wira Tamtama, dan ketika masuk ke ruangan,
disana telah ada Tumenggung Gajah Birawa, Tumenggung Suranata, Tumenggung
Surapati, Tumenggung Sindukarya dan Panji Danapati.
"Silahkan
duduk Ki Lurah Karebet" kata Tumenggung Gajah Birawa,
"Terima
kasih Ki Tumenggung" kata Karebet, lalu iapun duduk di dingklik di depan
Tumenggung Gajah Birawa.
"Ki
Lurah Karebet, baru saja tadi pagi kami mendengar titah Kanjeng Sultan, Ki
Lurah akan sinengkakake ing ngaluhur menjadi Adipati Pajang, mulai besok pagi
Ki Lurah Karebet dilepas dari prajurit Wira Tamtama" kata Tumenggung Gajah
Birawa.
"Ya
Ki Tumenggung, besok pakaian Wira Tamtama akan saya kembalikan" jawab
Karebet.
"Ya,
tentang keberangkatanmu ke Pajang, nanti akan dijelaskan oleh Tumenggung
Sindukarya" kata Tumenggung Gajah Birawa
"Ki
Lurah Karebet" kata Tumenggung Sindukarya.
"Ya
Ki Tumenggung" kata Karebet.
"Untuk
mempersiapkan keberangkatan ke Pajang, aku perlu waktu dua hari, pada hari
ketiga berarti nanti pada hari Respati Jenar, Ki Lurah dan rombongan sudah bisa
berangkat ke Pajang" kata Tumenggung Sindukara.
"Nanti
Ki Lurah Karebet akan berangkat bersama tiga orang yang bertugas menebang pohon
dan membuat bangunan, satu orang prajurit Wira Manggala yang bertugas
menyampaikan wara-wara titah Kanjeng Sultan, satu orang prajurit Wira Tamtama
yang bertugas mengawal bendera Gula Kelapa, dua orang juru adang yang akan
memasak untuk keperluan para pekerja" kata Tumenggung Sindukarya.
"Ya
Ki Tumenggung" kata Karebet.
"Besok
Ki Lurah akan dihubungi untuk kepastian keberangkatannya" kata Tumenggung
Sindukarya.
"Baik
Ki Tumenggung" kata Karebet.
Tumenggung
Sindukarya lalu berkata kepada Tumenggung Gajah Birawa :"Bagaimana Ki
Tumenggung, ada yang perlu disampaikan lagi?"
"Nanti
semua pengeluaran untuk pembangunan dalem Kadipaten akan ditanggung
Kraton" kata Ki Tumenggung Gajah Birawa, lalu iapun berkata kepada Karebet
:"Ki Lurah Karebet, ada yang akan kau sampaikan?"
"Ya
Ki Tumenggung, mulai besok saya sudah bukan prajurit Wira Tamtama lagi"
kata Karebet, dan iapun minta maaf kalau selama menjadi prajurit Wira Tamtama
ia telah melakukan kesalahan.
Ki
Tumenggung Gajah Birawapun melakukan hal yang sama, meminta maaf kepada Karebet
kalau ia juga melakukan kesalahan.
Setelah
semuanya selesai, maka Karebetpun minta diri kembali ke tempat semula, berjaga
di gedung pusaka.
Matahari
terus bergerak kearah barat, dan seperti hari kemarin, mataharipun hilang di
cakrawala sebelah barat.
Gelap
malam telah menyelimuti bumi Demak, ketika Karebet memasuki pintu gerbang
Suranatan, dan dilihatnya pamannya Ganjur sedang duduk di lincak di depan
rumah.
"Paman
Ganjur" panggil Karebet.
"Kau
Karebet" kata pamannya.
"Ya
paman" kata Karebet lalu duduk disebelah pamannya.
"Kau
dari mana Karebet ?" tanya Ki Ganjur.
"Dari
dalem lor, paman" jawab Karebet:"Paman, dulu aku berjanji akan
mengajak paman apabila pulang ke Tingkir"
"Ya"
jawab pamannya singkat.
"Paman,
beberapa hari lagi aku akan pergi ke Pajang, tetapi aku akan singgah di Tingkir
menemui biyung, paman jadi mau ikut kesana ?" tanya Karebet.
"Ya
Karebet, aku ikut ke Tingkir, kapan kau pergi ?" kata pamannya.
"Tiga
hari lagi, nanti pada hari Respati Jenar, paman" kata Karebet.
"Kau
bilang ke Tingkir hanya mampir ? Kau mau pergi ke Pajang ?" tanya Ganjur.
"Ya
paman, aku akan pergi ke Pajang" Jawab Karebet.
"Ada
keperluan apa kau pergi ke Pajang ?" tanya pamannya.
"Paman,
sebentar lagi Pajang akan menjadi sebuah kadipaten, dan Kanjeng Sultan
mengangkat aku sebagai Adipati Pajang" kata Karebet.
"Karebet
!" kata Ki Ganjur dengan keras :"Meskipun pamanmu ini sudah tua,
tetapi aku masih bisa membedakan mana cerita sebenarnya dan mana cerita yang
ngayawara"
Karebet
tidak menjawab, ia hanya mendengarkan semua perkataan pamannya.
"Kalau
ceritamu didengar Kanjeng Sultan, kau bisa dihukum berat Karebet" kata
pamannya.
Karebet
masih terdiam.
"Kalau
kau sampai diusir lagi dari kotaraja, aku yang malu Karebet, pamanmu ini yang
malu" kata Ganjur.
"Pangkatmu
sekarang baru sebagai Lurah Wira Tamtama, kalau pangkatmu bisa naik, paling
juga menjadi seorang Rangga, belum menjadi seorang Panji atau seorang
Tumenggung, apalagi seorang Adipati" kata pamannya.
Ganjur
lalu menempelkan punggung telapak tangannya ke dahi Karebet sambil berkata
perlahan :"Tidak panas, tetapi mengapa bicaramu seperti orang sedang
ngelindur?"
"Padahal
baru kemarin kau mendapat pengampunan dari Kanjeng Sultan, sekarang kau
mengarang cerita yang ngayawara, mau diangkat menjadi seorang Adipati"
kata pamannya.
Pamannya
masih berkata sendiri, menggeremang tidak jelas apa yang dikatakannya.
Karebet
tidak menjawab, ia hanya mendengarkan semua perkataan pamannya.
"Kalau
ceritamu didengar Kanjeng Sultan, kau bisa dihukum berat Karebet" kata
pamannya.
Karebet
masih terdiam.
"Kalau
kau sampai diusir lagi dari kotaraja, aku yang malu Karebet, pamanmu ini yang
malu" kata Ganjur.
"Pangkatmu
sekarang baru sebagai Lurah Wira Tamtama, kalau pangkatmu bisa naik, paling
juga menjadi seorang Rangga, belum menjadi seorang Panji atau seorang
Tumenggung, apalagi seorang Adipati" kata pamannya.
Ganjur lalu
menempelkan punggung telapak tangannya ke dahi Karebet sambil berkata perlahan
:"Tidak panas, tetapi mengapa bicaramu seperti orang sedang
ngelindur?"
"Padahal
baru kemarin kau mendapat pengampunan dari Kanjeng Sultan, sekarang kau
mengarang cerita yang ngayawara, mau diangkat menjadi seorang Adipati"
kata pamannya.
Pamannya
masih berkata sendiri, menggeremang tidak jelas apa yang dikatakannya.
Ketika
pamannya sudah berhenti berbicara, maka Karebetpun berkata :"Paman, aku
berkata sebenarnya, kasih Kanjeng Sutan kepadaku besar sekali, sehingga aku
diangkat menjadi Adipati di Pajang."
"Paman,
aku tidak bohong, nanti setelah menjadi Adipati Pajang, aku akan dinikahkan
dengan Putri Sekar Kedaton, Mas Cempaka" kata Karebet.
"Besok
pada hari Respati Jenar, petugas dari Kraton yang berangkat ke Pajang berjumlah
tujuh orang, ditambah kita dua orang, jadi yang berangkat semuanya sembilan
orang" kata Karebet :"Kita berangkat pagi hari paman"
Mendengar
perkataan Karebet, Ganjur terdiam, ia tahu Karebet bersungguh-sungguh, tetapi
akalnya tetap masih belum bisa menerima perkataan Karebet sepenuhnya.
"Besok
aku akan pamit kepada Ki Tumenggung Suranata sekaligus menanyakan kebenaran
perkataan Karebet" kata pamannya dalam hati.
"Ya
Karebet, besok pagi aku akan pamit ke Tumenggung Suranata, kalau aku kerasan di
Tingkir aku akan menetap disana, dan tidak akan kembali ke kotaraja" kata
Ki Ganjur.
"Ya
paman, besok malam aku akan kesini lagi" kata Karebet.
"Kau
besok pagi akan kemana?"
"Setelah
mengembalikan pakaian Wira Tamtama aku akan pergi ke Kadilangu, malamnya aku
tidur disini ya paman" kata Karebet.
"Ya,
besok aku mintakan ijin pada Ki Tumenggung" jawab pamannya.
"Ya
paman" kata karebet.
"Kalau
kau mau makan, dibelakang masih ada nasi dan sambal" kata pamannya
"Aku
makan di dalem lor saja paman" kata Karebet, dan mereka berdua beberapa
saat berbicara tentang beberapa hal..
"Paman,aku
pulang dulu, jangan lupa, besok aku sudah tidak tidur di dalem lor, aku tidur
disini" kata Karebet.
"Ya"
kata pamannya.
Karebetpun
lalu berjalan keluar dari dalem Suranatan, kembali ke dalem lor.
Malam itu
kotaraja telah tertidur, suara kentongan yang ditabuh dengan irama dara muluk,
tidak mampu mengusir dinginnya udara malam.
Suara
binatang malam terdengar beberapa kali, seperti untuk mengisi sepinya malam.
Setelah lingsir wengi, makin sering terdengar suara beberapa kokok ayam jantan.
Fajar
merekah di bang wetan, dan beberapa saat langit pagipun semakin terang, dan di
dalem lor, saat itu Karebet bersiap-siap untuk pergi ke Kraton.
Setelah berpamitan
dengan para penghuni dalem lor, Karebetpun berjalan cepat ke Kraton.
"Mudah-mudahan
tidak terlambat" kata Karebet didalam hatinya.
Ketika
Karebet sampai di alun-alun, orang yang dinanti ternyata belum kelihatan.
Beberapa
saat kemudian dari kejauhan tampak Nyai Madusari berjalan menuju Kraton.
"Nyai
Madusari" kata Karebet.
"Ya
Ki Lurah" sahut Nyai Madusari.
"Nyai,
mulai hari ini aku bukan Lurah Wira Tamtama lagi" kata Karebet.
"Kalau
begitu aku harus memanggilmu apa Ki Lurah, kau adalah calon Adipati
Pajang" kata Nyai Madusari.
Mendengar
perkataan Nyai Madusari, Karebetpun tertawa :"Nyai memanggil aku seperti
biasa saja Nyai"
"Seperti
biasa bagaimana? Kau adalah seorang calon Adipati Pajang" kata Nyai
Madusari
"Sekarang
masih belum menjadi Adipati nyai" kata Karebet.
"Tapi......"
kata Nyai Menggung.
"Yang
biasa saja Nyai" kata Karebet.
"Ya
Ki Lurah, eh..." kata Nyai Madusari.
"Panggil
aku Karebet" kata Karebet.
"Ya,
ya, Karebet" kata Nyai Menggung.
"Nyai,
besok lusa aku berangkat ke Pajang" kata Karebet.
"Lusa
? Cepat sekali?" kata Nyai Menggung.
"Ya
Lusa, pada hari Respati Jenar" kata Karebet.
"Ya,
nanti aku sampaikan kepada Gusti Putri" kata Nyai Madusari:"Nanti
kalau Gusti Putri sudah menikah, aku akan diajak pindah ke Pajang"
"Kau
akan diajak ikut pindah ke Pajang Nyai ?" tanya Karebet.
"Ya,
bersama anakku, Menur" kata Nyai Madusari.
"Ya
Nyai, tidak apa apa, terserah Gusti Putri saja, Nyai, hari ini dan besok aku
akan ke Kadilangu ke tempat Kanjeng Sunan Kalijaga" kata Karebet.
"Nanti
pamitkan ke Gusti Putri, aku akan di Pajang beberapa candra, menunggu
pembangunan dalem Kadipaten sampai selesai, tetapi kalau ada kesempatan tentu
aku kirim kabar dari Pajang" kata Karebet.
"Ya,
ya Karebet"
"Silahkan
nyai masuk dulu ke Kraton, aku akan berjalan agak jauh di belakang nyai"
kata Karebet, kemudian Nyai Madusaripun segera melangkah menuju ke Kraton.
Pada saat
yang bersamaan, di dalem Suranatan, Ki Ganjur duduk bersila dihadapan
Tumenggung Suranata, minta ijin akan pergi ke Tingkir dan iapun menanyakan
kebenaran titah Kanjeng Sultan mengenai Karebet.
"Ki
Ganjur" kata Tumenggung Suranata.
"Ya
ndara Menggung" kata Ki Ganjur.
"Karebet
memang akan diangkat menjadi Adipati Pajang, kemudian akan dinikahkan dengan
Sekar Kedaton" kata Ki Tumenggung Suranata.
Ganjur
menggeleng-gelengkan kepalanya, betapa mengherankan, ternyata yang telah
dikatakan Karebet semuanya benar.
"Hampir
tidak mungkin, kenapa Karebet bisa diangkat menjadi seorang Adipati di
Pajang?" kata Ganjur dalam hati.
"Mengenai
keinginanmu untuk pulang ke Tingkir, silahkan, semuanya terserah padamu"
kata Tumenggung Suranata.
"Terima
kasih ndara Menggung" kata Ganjur.
"Kalau
kau ingin menetap di Tingkirpun, juga tidak apa-apa, kalau kau ingin kembali ke
kotarajapun juga silahkan saja" kata Ki Tumenggung.
"Ya
ndara Menggung, sekalian minta ijin saya akan berangkat hari Respati Jenar
bersama rombongan dari Kraton, nanti malam saya mohon ijin supaya Karebet bisa
tidur di ruangan saya, karena dia sudah tidak tidur di dalem lor" kata
Ganjur.
"Ya
silahkan saja Ki Ganjur" kata Tumenggung Suranata.
Setelah
semuanya selesai, Ganjurpun pamit dan segera akan memulai pekerjaannya, merawat
tanaman di dalem Suranatan.
Di halaman
Kraton, Karebet yang sedang berjalan menuju ruang Wira Tantama, telah bertemu
dengan Tumpak yang sedang berjaga di pintu menuju ruang dalam.
"Ki
Lurah Karebet, aku ingin bisa ikut berangkat ke Pajang" kata Tumpak.
Ternyata
kabar Karebet akan diangkat sebagai Adipati Pajang sudah tersebar hampir ke
semua prajurit Demak.
"Tumpak,
aku bukan seorang Lurah Wira Tamtama lagi" kata Karebet.
"Ya,
Karebet, aku tahu, aku menjadi agak canggung karena sebentar lagi kau akan jadi
seorang Adipati" kata Tumpak.
"Tidak
apa-apa Tumpak, namaku memang Karebet" kata Karebet.
"Lalu
tentang prajurit Wira Tamtama yang akan ikut bertugas ke Pajang, aku ingin
prajurit yang berangkat ke Pajang adalah aku, Karebet" kata Tumpak.
"Ya,
tapi yang menentukan bukan aku Tumpak" kata Karebet.
"Nanti
aku akan menghadap Tumenggung Gajah Birawa" kata Tumpak.
"Ya,
sekarang aku akan menuju ke ruang Wira Tamtama" kata Karebet
Karebetpun
segera berjalan menuju ruang Wira Tamtama untuk mengembalikan pakaian Wira
Tamtama, setelah itu Karebetpun berbalik, berjalan kembali melewati didepan
penjagaan Tumpak, berbicara sebentar, lalu keluar dari Kraton berjalan menuju
desa Kadilangu.
Ketika
Karebet sudah menghilang dari pandangan, prajurit yang berjaga berbicara kepada
Tumpak :"Alangkah enaknya menjadi Karebet, begitu mudah meraih
kamukten"
"Tidak
mudah" kata Tumpak :"Diperlukan ilmu kanuragan yang tinggi untuk bisa
seperti Karebet, coba kalau kita, apakah seorang diri mampu melawan seekor
macan gembong, seekor buaya besar, atau seekor kerbau liar"
"Kau
tahu, belasan prajurit Wira Tamtama maupun Wira Manggala tidak mampu melawan
seekor kerbau gila yang mengobrak-abrik perkemahan di hutan Prawata, enam orang
telah terluka, tetapi Karebet mampu membunuh kerbau itu dengan sekali
pukul" kata Tumpak.
Tumpak
menghela napas panjang, kemudian iapun meneruskan :"Kalau tidak ada
Karebet, aku bersama Ki Rangga Pideksa sudah mati dibunuh kakak beradik Klabang
Ireng dan Klabang Ijo"
Temannyapun
menjawab :"Ya, Klabang Ireng dan Klabang Ijo akhirnya dibunuh
Karebet"
"Ya,
ditambah satu lagi, keberuntungan, dan Karebet yang tampan pantas mendapatkan
kamukten itu" kata Tumpak.
Sementara
itu Karebet berjalan ke arah selatan, setelah berbelok ke timur an menyeberang
sungai Tuntang, maka sampailah ia di Kadilangu.
Waktu
berjalan terus, matahari memanjat semakin tinggi dan pada saat itu di ruang
dalam Kraton, Kanjeng Sultan sedang berbicara mengenai sebuah rencana besar
yang masih dirahasiakan, yang beberapa candra kedepan akan segera dilaksanakan
oleh Sultan Trenggana.
Kanjeng
Sultan duduk didepan, dihadapannya duduk bersila dua orang Tumenggung dan
seorang Panji, sedangkan disampingnya duduk pula Patih Wanasalam.
"Tumenggung
Gajah Birawa, Tumenggung Siung Laut dan kau Panji Danapati" kata Kanjeng
Sultan.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata mereka bertiga.
"Beberapa
candra kedepan, setelah aku menikahkan anakku Sekar Kedaton, aku punya sebuah
rencana besar, rencana yang melibatkan semua kesatuan prajurit Demak" kata
Sultan Trenggana.
"Rencananya,
aku akan memimpin pasukan segelar sepapan menggempur dan menaklukkan Panarukan
yang terletak di daerah bang wetan yang selama ini masih belum bersedia takluk
kepada Kasultanan Demak" kata Kanjeng Sultan.
"Rencana
ini di rahasiakan dulu, nanti pada waktunya akan aku sampaikan kepada semua
pasukan tempur Kasultanan Demak. Nanti Panarukan akan kita kepung dari darat
dan dari laut, kita akan menggunakan gelar perang, Sapit Urang" kata
Sultan Trenggana.
"Untuk
menggempur Panarukan dari laut, kita butuh belasan perahu, nah kau Tumenggung
Siung Laut, kau ingat, dulu sewaktu kau masih muda pernah ikut menyerang ke
tanah seberang bersama Pangeran Sabrang Lor" kata Kanjeng Sultan.
Tumenggung
Siung Laut seorang yang berbadan kuat, sudah berumur agak tua, seorang
Tumenggung dari kesatuan prajurit laut, kesatuan Jala Pati, yang pernah ikut
dalam pertempuran laut di tanah seberang.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan, memang betul, lebih dari tiga windu yang lalu, hamba
pernah ikut naik perahu bersama Pangeran Sabrang Lor menyerang orang asing ke
tanah seberang" kata Tumenggung Siung Laut.
"Nah
waktu kau kembali ke Demak, ada berapa perahu yang berlayar pulang dan bisa
mendarat di bandar Jepara ?" tanya Kanjeng Sultan.
"Yang
bisa kembali selamat hanya separo Kanjeng Sultan, sekitar tiga puluh perahu,
yang separo hancur atau tenggelam terkena senjata lawan" kata Tumenggung
Siung Laut.
"Hanya
tersisa tiga puluh perahu" kata Kanjeng Sultan :"Ki Tumenggung,
sekarang keadaan perahunya bagaimana?"
"Hampir
semuanya rusak Kanjeng Sultan, ada beberapa perahu yang rusak berat, bahkan
hampir hancur, tetapi sebagian besar masih bisa di perbaiki" kata
Tumenggung Siung Laut.
"Kita
butuh lebih dari dua puluh perahu, sekarang perahunya disimpan dimana Ki
Tumenggung ?" tanya Kanjeng Sultan.
"Sebagian
disimpan di dekat Bandar Jepara, di daerah Keling, sebagian lagi di simpan
didaerah Wedung" jawab Tumenggung Siung Laut.
"Baik,
kau cari orang yang bisa memperbaiki perahu, dari pesisir Wedung dan sampai
daerah Keling, perbaiki perahu yang rusak sebanyak-banyaknya" kata Kanjeng
Sultan.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" kata Tumenggung Siung Laut.
"Kita
harapkan sebelum empat candra, perahu-perahu itu sudah siap dipergunakan"
kata Kanjeng Sultan.
"Mulai
besok, kau bisa mengajak beberapa orang prajurit dari kesatuan Jala Pati untuk
pergi ke desa Wedung dan daerah Keling" kata Kanjeng Sultan.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" jawab Tumenggung Siung Laut.
"Tumenggung
Gajah Birawa" kata Kanjeng Sultan.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata Tumenggung Gajah Birawa.
"Mulai
sekarang kau bisa melatih meningkatkan kemampuan Wira Tamtama yang baru saja
lulus pendadaran, nanti separo dari seluruh prajurit Wira Tamtama akan ikut
berangkat menyerang Panarukan" kata Kanjeng Sultan.
"Kasinggihan
dawuh Kanjeng Sultan" kata Tumenggung Gajah Birawa.
"Panji
Danapati" kata Kanjeng Sultan.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" kata Panji Danapati.
"Setelah
ini kau bisa mengeluarkan dana perbaikan perahu ke Tumenggung Siung Laut"
kata Sultan Trenggana
"Sendika
dawuh Kanjeng Sultan" jawab Panji Danapati.
"Ki
Patih Wanasalam" kata Kanjeng Sultan.
"Dawuh
dalem Kanjeng Sultan" jawab Ki Patih Wanasalam.
"Apakah
masih ada yang perlu kita bicarakan lagi ?" kata Kanjeng Sultan,
"Kelihatannya
sudah cukup. Kanjeng Sultan" kata Patih Wanasalam.
"Baik,
Ki Tumenggung dan Ki Panji, silahkan kembali ke ruangan, pembicaraan sudah
selesai, ingat, rencana ini supaya dirahasiakan dulu" kata Sultan
Trenggana.
Tumenggung
Gajah Birawa, Tumenggung Siung Laut dan Panji Danapati menyembah, lalu mereka
bertiga bergeser ke arah pintu dan merekapun keluar dari ruang pertemuan.
Waktu
terus berjalan, matahari sudah condong ke barat, di sebuah pesantren di sebelah
timur sungai Tuntang, ternyata ada kegiatan mengisi air padasan dan memotong
kayu bakar.
Hari ini,
ternyata Pemanahan dan Penjawi masih berada di Kadilangu, mereka mengaji pada
Kanjeng Sunan Kalijaga.
Saat itu
Pemanahan berkata kepada Karebet :"Adi Karebet, besok pagi aku dan adi
Penjawi akan pulang ke Sela"
"Ya
kakang Pemanahan, besok pagi aku masih mengaji ke Kadilangu, baru lusa aku
berangkat ke Pajang" kata Karebet.
"Nanti
setelah aku tiba di Sela, dua tiga hari kemudian, aku bersama adi Penjawi dan
kakang Juru Martani akan menyusul ke Pajang" kata Pemanahan.
"Terima
kasih kakang, kalau bisa, ajak juga beberapa tukang kayu terbaik dari Sela,
untuk ikut bekerja di Pajang, bersama-sama membuat dalem kadipaten" kata
Karebet.
"Baik
adi Karebet, aku akan ke Pajang bersama beberapa tukang kayu dari Sela"
kata Ki Pemanahan.
Setelah
itu, Karebetpun mohon diri kepada Kanjeng Sunan Kalijaga, kembali menuju dalem
Suranatan.
Malam itu
di dalem Suranatan, matahari belum lama terbenam, Karebet dan pamannya, Ganjur
sedang berada di ruang belakang, sedang makan nasi beserta sepotong ikan asin.
"Karebet,
tadi pagi aku sudah menghadap Ki Tumenggung Suranata, memang betul katamu, Ki
Tumenggung bilang kau akan diangkat sebagai Adipati di Pajang" kata Ganjur
sambil mengambil sepotong ikan asin.
"Ya
paman" kata Karebet.
"Aku
sudah diijinkan oleh Ki Tumenggung untuk pergi ke Tingkir, setelah itu kalau
aku kembali ke kotaraja juga tidak apa-apa, kalaupun aku menetap di Tingkir,
juga diperbolehkan" kata Ganjur.
"Ya
paman" kata Karebet.
Setelah
selesai makan, merekapun duduk berdua didepan rumah, dan merekapun masih
berbincang tentang keberangkatan ke Tingkir besok lusa.
"Karebet,
apakah jadi berangkat ke Tingkir pada hari Respati Manis?" tanya pamannya
Ganjur,
"Ya
paman, nanti akan ada prajurit yang memberi tahu kemari" kata Karebet.
Perbincangan
mereka berdua terhenti, ketika dari jauh terlihat bayangan orang mendekat.
"Siapa
itu?" tanya Ganjur kepada Karebet.
Kaebetpun
menajamkan pandangannya, akhirnya iapun mengenal orang yang datang.
"Yang
datang adalah Ki Tumenggung Suranata" kata Karebet.
"Ada
perlu apa ndara Menggung kesini?" tanya Ganjur.
Karebet
dan Ganjurpun segera berdiri, dan setelah dekat, maka Ganjurpun berkata
:"Mangga ndara Menggung, silahkan masuk kedalam saja"
"Disini
saja Ki Ganjur, lebih enak, tidak gerah, terkena angin semilir" kata
Tumenggung Suranata.
"Ya
ndara Menggung" jawab Ganjur.
"Karebet,
kau jadi berangkat lusa?" tanya Ki Tumenggung Suranata. "Ya Ki
Tumenggung, rencananya rombongan akan berangkat hari Respati Jenar, berangkat
pada pagi hari"
"Karebet,
nanti kalau Ki Ganjur ingin menikmati masa tuanya di Tingkir, kau bisa beri
tahu aku" kata Ki Tumenggung :"Selama Ki Ganjur berada di Tingkir,
untuk sementara aku akan mencari orang lain untuk merawat tanaman di dalem
Suranatan ini"
"Ya
Ki Tumenggung" jawab Karebet.
"Nanti
kalau kau berada di kotaraja, kau bisa menginap disini" kata Ki Tumenggung
:"Diruang dalam juga masih ada kamar kosong"
"Terima
kasih Ki Tumenggung" kata Karebet.
Hanya
sebentar Ki Tumenggung Suranata menemui Ganjur, tak lama kemudian Ki Tumenggungpun
kembali ke dalem utama katumenggungan.
Malam itu
angin semilir bertiup agak kencang, membuat badan terasa dingin, Ganjur dan
Karebetpun masuk ke dalam rumah.
Ketika
terdengar kentongan berirama dara muluk, Ganjur dan Karebetpun telah terlelap
tidur dibuai mimpi.
(bersambung)
Tks pak Apung.. cerbungnya tambah serruuu...
BalasHapussaking penasaran.. jd asiik mojok terus..
Semoga pak Apung sehat sejahtera selalu..
Aamiin.. 🙏🙏