KERIS KYAI SETAN KOBER 25
KARYA : APUNG SWARNA
BAB 9 : MBANGUN PRAJA 3
BAB 9 : MBANGUN PRAJA 3
Selain aji Lembu Sekillan,
Karebetpun mempunyai beberapa aji jaya kawijayan dari berbagai perguruan, dan
telah beberapa kali dipergunakan untuk menghadapi lawan.
"Tugasmu sebagai Adipati Pajang
cukup berat, selama Sultan Trenggana masih hidup, kau dalam keadaan aman,
tetapi kalau Sultan Trenggana sudah meninggal, kedudukanmu sebagai Adipati
Pajang terancam, karena kau juga berhak mewarisi tahta meskipun hanya sebagai
putra menantu Sultan Demak" kata uwanya.
"Nanti apabila terjadi sebuah
pergantian Sultan Demak, tidak semudah membalik telapak tangan, karena
keturunan Pangeran Sekar Seda Lepen juga merasa berhak atas tahta Demak".
kata Ki Kebo Kanigara.
"Ya wa, Arya Penangsang tidak
akan mudah melupakan haknya untuk menjadi seorang Sultan di Demak karena
Penangsang adalah cucu Raden Patah" kata Karebet.
"Kau tidak usah nggege mangsa
tentang tahta Demak, diatasmu masih ada Sunan Prawata dan Pangeran Hadiri,
merekalah yang saat ini berada di urutan teratas pewaris tahta Demak" kata
Kebo Kanigara.
Karebet menganggukkan kepalanya, dia
mengerti dan memahami sepenuhnya perkataan dari uwanya Kebo Kanigara.
Pembicaraan terhenti sebentar karena
pembantunya yang setia membawakan sebutir kelapa muda.
"Minum dulu ngger Karebet"
kata pembantunya, Ki Purwa sambil meletakkan kelapa muda di depan Karebet.
"Terima kasih wa" jawab
Karebet.
Setelah meletakkan buah kelapa muda,
pembantunyapun kemudian berjalan menuju ke halaman, memberi makan dan minum
kuda yang dibawa oleh Karebet.
"Nah Karebet, sekarang kau
cerita mengenai dirimu, berkaitan kau dipanggil menghadap Sultan Trenggana
kemarin dulu" kata uwanya.
Karebet menggeser duduknya, lalu
iapun berkata :"Ya wa, saya kemarin dipanggil menghadap Kanjeng Sultan di
Kraton, membicarakan rencana pelantikan Adipati Pajang dan Jipang, yang akan
diadakan nanti pada pisowanan agung pada hari Anggara Kasih, sekitar tiga pasar
lagi".
Kebo Kanigara menganggukkan
kepalanya, sambil mendengarkan penuturan Karebet
"Pada saat menghadap Kanjeng
Sultan, saya bertemu dengan Arya Penangsang wa" kata Karebet.
"Kau bertemu dengan Penangsang
?" tanya Kebo Kanigara.
"Ya wa" jawab Karebet.
Kebo Kanigarapun berkata lagi
:"Kalau kau bertemu Penangsang, kau harus hati-hati Karebet, kau harus
waspada, bagaimanapun juga Penangsang adalah seorang yang berilmu tinggi"
"Ya wa, kami hanya berpapasan
saja"
"Lalu apa rencanamu untuk
menghadiri pisowanan agung nanti ?" tanya uwanya.
"Saya akan berangkat dari
Pajang bersama kakang Pemanahan dan kakang Penjawi, lalu menginap di Kadilangu
wa, lalu esok paginya bersama dengan Kanjeng Sunan Kalijaga, menghadiri
pisowanan agung di Sasana Sewaka" kata Karebet.
"Ya, mudah-mudahan kau tidak
mengalami kesulitan untuk menghadiri Pisowanan Agung, jangan lupa kau pakai
keris Naga Siluman yang telah aku berikan kepadamu" kata Kebo Kanigara.
"Ya wa, nanti setelah pisowanan
agung, dua tiga pasar selanjutnya, dilanjutkan dengan acara melamar Sekar
Kedaton, serta acara pahargyan pengantin, apakah siwa bisa menghadiri acara itu
dan datang sebagai pengganti ayahanda Kebo Kenanga ?" tanya Karebet.
Kebo Kanigara tidak menjawab,
hatinya bimbang, teringat akan adiknya Kebo Kenanga yang telah dibunuh oleh
Sunan Kudus atas perintah Kanjeng Sultan Demak
"Wa, Kanjeng Sultan pernah
berkata kepadaku, bahwa persoalan ayahanda Ki Ageng Pengging telah selesai,
jadi tidak ada masalah kalau siwa ikut ke Kraton" kata Karebet.
"Ya, itu aku juga sudah tahu,
baik Karebet, akan aku pertimbangkan, apakah aku akan muncul sekali-sekali
didepan umum atau tetap seperti ini" kata uwanya.
"Terima kasih wa, kemudian saya
ingin membangun rumah kesatrian yang akan saya bangun dibelakang dalem
kadipaten, saya bermaksud mengajak Sutawijaya tinggal di Pajang wa, supaya
Tombak Kanjeng Kyai Plered bisa disimpan di Pajang" kata Karebet
sekanjutnya.
"Ya, jadi untuk keperluan itu
kau singgah di Pengging?" tanya Ki Kebo Kanigara.
"Ya wa, tadinya saya akan
langsung menuju Pajang, tapi saya belokkan ke Pengging untuk mencari tukang
kayu yang akan membangun sebuah rumah kesatrian"
"Kau akan menyuruh orang atau
akan mencari sendiri?" tanya uwanya.
"Nanti saya menemui Truna Ompak
wa" kata Karebet.
Keduanya kemudian berbincang berdua
sambil makan ubi dan minum wedang jahe dan kelapa muda.
"Ubinya dimakan Karebet"
kata uwanya.
"Ya wa" kata Karebet ,
tangannyapun kemudian mengambil sebuah ubi rebus.
Selepas tengah hari, Karebet
kemudian pamit keluar, mengambil kudanya dan melarikannya menuju dekat umbul
Pengging, dan beberapa saat sebelum sampai di umbul Pengging, Karebetpun
berbelok menuju kesebuah rumah.
Dirumah itu, di sudut halaman
dibawah sebatang pohon, Karebetpun berhenti kemudian turun dari kudanya,
menambatkannya pada dahan pohon lalu mendekati seseorang yang sedang membuat
ompak.
"Truna Ompak" kata Karebet
"Kita ketemu lagi calon Adipati
Pajang" kata Truna Ompak sambil tertawa.
Karebetpun tertawa lalu iapun
berkata :"Aku masih butuh bantuanmu Truna, aku akan membangun beberapa
buah rumah lagi, kau segera persiapkan ompaknya"
"Baik, akan aku buatkan
ompaknya, kau bisa utusan orang kemari, tidak perlu harus menemui aku
disini" kata Truna Ompak.
"Kebetulan aku pulang
kerumahku, Truna, coba kau cari dua tiga orang tukang yang bisa membangun rumah
di Pajang" kata Karebet.
"Baik, besok aku akan datang ke
Pajang dengan tukang dari Pengging seperti yang kau pesan itu" kata Truna
Ompak.
"Ya aku tunggu di Pajang"
kata Karebet :"Rumah yang akan dibangun nantinya tidak terlalu besar,
lebih kecil daripada dalem Kadipaten yang baru dibangun"
"Baik, aku akan membuat semua
ompak yang kau butuhkan untuk membangun beberapa rumah" kata Truna Ompak.
"Dua candra yang lalu, setelah
kau menyelesaikan pembuatan ompak dalem kadipaten, apakah kau masih terus
membuat ompak sampai sekarang?" tanya Karebet.
"Ya, itu dibelakang rumah ada
belasan ompak yang sudah siap pakai, nanti bisa segera aku bawa ke Pajang,
dengan menggunakan pedati" kata Truna Ompak dan iapun menyanggupi akan
segera membawa ompak-ompak yang sudah jadi, ke Pajang.
"Kau bawa juga dua orang tukang
gali sumur yang ada di Pengging, untuk membuat sumur di halaman belakang dalem
Kadipaten"
"Baik, besok tukang gali sumur
akan saya ajak ke Pajang" kata Truna Ompak.
"Ya" kata Karebet.
"Selain itu beberapa hari ini
hampir semua perbincangan para pemuda Pengging adalah mengenai akan diadakannya
pendadaran untuk menjadi prajurit Pajang" kata Truna Ompak.
Karebetpun kemudian menganggukkan
kepalanya, ternyata Pemanahan atau yang lainnya sudah mengadakan wara-wara
mengenai akan diadakannya pendadaran untuk menjadi prajurit Pajang. "Lalu
apakah ada yang berminat menjadi prajurit Pajang ?" tanya Karebet.
"Banyak, banyak sekali pemuda
Pengging yang akan ikut pendadaran di Pajang" jawab Truna Ompak.
Sejenak Karebet masih masih berbincang-bincang,
dan beberapa saat kemudian iapun pamit akan kembali kerumahnya.
Karebetpun kemudian berjalan
menghampiri kudanya, mengambil tali kendali lalu iapun naik kepunggung kudanya,
lalu sesaat kemudian iapun menjalankannya kembali menuju kerumah peninggalan
ayahnya, Ki Ageng Pengging.
Waktupun terus berjalan, matahari
telah condong kebarat, di pendapa rumah peninggalan Ki Ageng Pengging, Karebet
pamit kepada uwanya Kebo Kanigara akan kembali ke dalem Kadipaten di Pajang.
"Karebet, nanti pada waktu pelantikanmu
sebagai Adipati, aku akan mengamatimu dari luar, kemudian tentang perkawinanmu,
beri aku waktu untuk memikirkannya, mudah-mudahan aku bisa mendampingimu
meskipun aku harus bertemu dengan Sultan Trenggana" kata Kebo Kanigara.
"Ya wa, terima kasih" kata
Karebet.
"Hati-hati dijalan" kata
Ki Kebo Kanigara.
Karebetpun kemudian keluar dari
pendapa, naik ke punggung kudanya dan tak lama kemudian seekor kuda keluar dari
halaman rumah peninggalan Ki Ageng Pengging dengan Karebet duduk diatas
punggungnya.
Kuda Karebet berlari dengan
meninggalkan debu yang beterbangan di belakang kakinya.
Jarak yang tidak begitu jauh, jalan
setapak yang dilaluinya sudah rata dan hanya sedikit menurun tanpa adanya
tanjakan terjal, menyebabkan perjalanan Karebet menjadi lancar dan tak lama
kemudian iapun hampir sampai di Pajang.
Ketika sinar matahari sudah berubah
kemerahan menjelang lembayung senja, Karebetpun tiba di dalem Kadipaten, dan
disanapun sudah berkumpul menyambutnya, Majasta bersama rombongannya dari
Banyubiru, Pemanahan dan Penjawi, Wenang dan adapula disana Lurah Wiguna.
Karebetpun turun dari kudanya,
Wenangpun dengan cepat memegang kendali kudanya dan membawa ke halaman samping
gubug.
"Nanti aku akan cerita, sekarang
aku akan membersihkan badanku dulu" kata Karebet dan iapun kemudian pergi
ke sungai dan iapun segera membersihkan dirinya.
Malam harinya, dibawah cahaya lampu
kecil yang berisi lemak binatang, beberapa orang berkumpul di pendapa duduk
diatas tikar yang dibuat dari daun kelapa.
"Ketika aku menghadap Kanjeng
Sultan" Karebet mulai bercerita :"Ternyata hampir bersamaan dengan
datangnya Penangsang yang juga dipanggil menghadap Kanjeng Sultan."
"Besok pada hari Anggara Kasih,
akan diadakan Pisowanan Agung, aku akan dilantik menjadi Adipati Pajang
sedangkan Arya Penangsang akan diangkat sebagai Adipati Jipang" kata
Karebet.
Mereka mendengarkan dengan
sungguh-sungguh kalimat yang diucapkan Karebet.
"Nanti pada saat Pisowanan
Agung, kakang Pemanahan dan Kakang Penjawi aku ajak ke kotaraja menemani aku di
Sasana Sewaka, sedangan Mas Manca dan Jaka Wila juga ikut, tetapi menunggu di
luar Kraton" kata Karebet.
"Ki Wuragil dan Wenang tetap
disini, mengawasi para pekerja, sedangkan Ki Majasta, apakah Ki Majasta jadi pulang
besok pagi ?" tanya Karebet.
"Ya, besok pagi aku akan pulang
ke desa Majasta" kata Majasta.
"Baik Ki Majasta, lalu
selanjutnya, tadi siang aku menemui Truna Ompak di rumahnya, ompak-ompak yang
akan dipakai untuk landasan beberapa rumah yang akan kita bangun sebagian sudah
tersedia, tinggal membawa ke Pajang. Besok akan datang beberapa tukang gali
sumur dari Pengging, mereka akan menggali sumur di halaman belakang dalem
Kadipaten" kata Karebet.
"Selanjutnya, aku akan membuat
sebuah rumah Kesatrian di bagian belakang yang akan dibangun oleh tukang dari
Pengging, nanti Wenang untuk sementara akan tinggal disana"
"Baik kakangmas" kata
Wenang.
"Kakang Pemanahan, bagaimana
dengan rencana pendadaran untuk para calon prajurit Pajang yang akan kita
adakan lusa ?" tanya Karebet.
"Ya, kita sudah menghubungi
para bebahu di Pajang, Butuh dan Pengging, ternyata banyak pemuda yang berminat
menjadi prajurit Pajang" kata Pemanahan.
"Ya, nanti kita akan melatih
mereka menjadi para prajurit yang tangguh, masih ada yang perlu di bicarakan
lagi ?" tanya Karebet.
"Ya," kata Lurah Wiguna
:"Besok pagi rombonganku akan pulang ke kotaraja, karena pekerjaan membuat
dalem Kadipaten dan ruang pisowanan sudah selesai".
"Ya Ki Lurah, aku berterima
kasih Ki Lurah selama tiga candra telah membuatkan aku sebuah dalem
Kadipaten" kata Karebet.
"Ah, itu semua sudah
tugasku" kata Ki Lurah Wiguna :"Membangun dalem Kadipaten Pajang
adalah tugas yang diberikan oleh Kanjeng Sultan kepadaku"
Kemudian merekapun berbincang
mengenai beberapa hal seputar pembangunan Kadipaten Pajang.
"Sebelum Pajang mendapat
pasokan bahan makanan asok bulu bekti dari para bebahu desa-desa diseluruh
Pajang, untuk keperluan makan, bahan makanan tetap akan dikirim dari Pengging
dan dari Tingkir, sedangkan untuk tukang adangnya, nanti kita ambilkan tukang
adang dari Pajang" kata Karebet menjelaskan.
"Nanti aku akan singgah ke
Banyubiru, dan aku akan minta Ki Buyut Banyubiru untuk mengirim tambahan tukang
dan mengirim bahan makanan ke Pajang" kata Majasta..
"Terima kasih Ki Majasta"
kata Karebet :" Malam ini aku tidak tidur didalam gubug, tetapi aku mulai
tidur di ruang tidur dalem Kadipaten" kata Karebet.
Malam itu, setelah lama berbincang,
maka merekapun kembali ke gubug, Karebetpun masuk kedalam kamarnya, tidur
diatas amben yang baru saja dibuat oleh tukang kayu, sebuah amben yang
sederhana.
"Amben ini tidak pantas untuk
tidur diajeng Sekar Kedaton" kata Karebet dalam hati, tetapi diapun tidak
bisa berbuat banyak, semua tukang yang ada telah berbuat yang terbaik untuk Kadipaten
Pajang.
Tak terasa tengah malampun menyapa
bumi Pajang. Kentongan yang tergantung di sudut pendapa yang baru saja dibuat
oleh salah seorang tukang dari Tingkir, telah ditabuh dengan nada dara muluk.
"Sudah tengah malam, siapa yang
memukul kentongan?" tanya Karebet dan pertanyaan itupun telah dijawabnya
sendiri. "Mungkin Wenang"
Kembali malam menjadi sepi, dan
tanpa terasa malampun telah sampai ke ujungnya, dan dimulailah sebuah hari baru
yang diawali dengan seberkas sinar merah di arah bang wetan.
Semua isi bumi Pajang terbangun, tak
terkecuali Lurah Wiguna beserta semua rombongan dari kotaraja Demak, dan
merekapun bersiap-siap pulang ke kotaraja dengan berjalan kaki, tiga ekor kuda
yang mereka bawa untuk membawa beban sewaktu berangkat, tidak mereka bawa
pulang, karena kuda itu telah di berikan kepada Kadipaten Pajang.
Demikian juga dengan Majasta, iapun
telah bersiap untuk pulang, tetapi ia akan singgah ke Banyubiru untuk minta
tambahan bahan pangan kepada Ki Buyut Banyubiru.
Di depan pendapa kadipaten Pajang
semuanyapun berkumpul, lalu Lurah Wigunapun minta diri, akan kembali ke
kotaraja Demak.
"Sekali lagi, terima kasih
kepada Ki Lurah Wiguna beserta semua rombongan dari kotaraja" kata
Karebet.
"Aku juga mohon pamit, akan
kembali ke Majasta" kata Majasta.
"Terima kasih Ki Majasta"
kata Karebet.
"Adi Wuragil, Mas Manca dan kau
Jaka Wila, aku pulang dulu" kata Majasta.
"Baik kakang Majasta, jangan
lupa kirim tambahan tukang dari Banyubiru" kata Wuragil.
"Baik" kata Majasta
menyanggupi.
Tak lama kemudian rombongan dari
kotaraja yang dipimpin oleh Lurah Wiguna, telah berjalan meninggalkan dalem
Kadipaten Pajang.
Mereka berjalan bersama-sama menuju
arah utara, setelah tiga candra mereka bekerja membangun dalem Kadipaten
Pajang.
Yang ditinggal di Pajang, masih
disibukkan pembuatan beberapa rumah lagi, tukang dari Tingkir masih mengerjakan
beberapa pekerjaan di dalem Kadipaten, sedangkan tukang dari Sela bersama
Pemanahan dan Penjawi sibuk menebang pohon di hutan jati, untuk keperluan pembangunan
dua buah rumah yang akan mereka bangun.
"Tenyata kita masih perlu
tambahan beberapa tukang lagi adi Penjawi" kata Pemanahan kepada Penjawi.
"Ya kakang, tetapi sebelum ada
penambahan lagi tukang dari Sela, pembuatan rumah untuk kita, kita kerjakan semampu
tukang kita" kata Penjawi, sambil terus mengayunkan kapaknya memotong
pohon jati didalam hutan.
Pemotongan pohon jati yang dilakukan
oleh Pemanahan dan Penjawi menjadi agak lebih mudah karena ukuran rumah yang
akan mereka bangun, lebih kecil dari ukuran dalem Kadipaten Pajang.
Di dalem Kadipaten setelah lewat
tengah hari, Truna Ompak datang bersama dua orang tukang dari Pengging, dan
Karebetpun memerintahkan kepada Wenang untuk menemani tukang yang akan
membangun dalem kesatrian.
Demikianlah, hari itu orang-orang
masih disibukkan dengan kerja membangun beberapa rumah di Kadipaten Pajang.
Keesokan harinya, dalem Kadipaten
Pajang disibukkan oleh kedatangan pemuda-pemuda dari daerah Pajang, Pengging
dan Butuh, yang ingin mengikuti pendadaran menjadi calon prajurit Wira Tamtama.
Lebih dari tiga ratus pemuda telah
memenuhi tanah lapang di depan dalem Kadipaten, dan diterima oleh Mas Manca,
Jaka Wila, dan Wenang. Ketiganya mencatat nama-nama pemuda yang ikut dalam
pendadaran calon prajurit Pajang.
Merekapun dibagi menjadi tiga bagian,
Mas Manca, Jaka Wila maupun Wenang masing-masing mengajak lebih dari seratus
orang untuk berlari-lari.
"Untuk mengikuti pendadaran
ini, kalian semua akan kami ajak untuk berjalan, berlari, berenang dan beberapa
kegiatan yang lain, bagi yang tidak kuat, jangan dipaksakan, kalian
dipersilakan untuk kembali" kata Mas Manca.
Mas Mancapun lalu mengajak mereka
berlari-lari menuju arah barat, sedangkan Jaka Wila menuju arah timur,
Wenangpun juga mengajak berlari menuju arah utara.
Satu dua orang yang tidak kuat
berlari, telah berhenti dan melupakan impian mereka untuk menjadi seorang
prajurit.
Menjelang tengah hari semuanya telah
kembali di depan dalem Kadipaten, lalu Mas Mancapun meminta mereka untuk datang
dua hari lagi untuk melanjutkan rangkaian pelaksanaan pendadaran selanjutnya.
Keesokan harinya, Pemanahan, Penjawi
dan Wuragil telah memotong beberapa pohon jati yang ukurannya agak kecil, tidak
sebesar kayu yang dipergunakan untuk membuat kayu saka dalem Kadipaten.
Beberapa kayu yang sudah dipotong,
oleh Mas Manca bersama Jaka Wila dan Wenang, dibantu dengan beberapa tukang,
telah diangkat dan diseret beramai-ramai, dibawa ke bulak amba, dan ditempatkan
di beberapa tempat yang akan dibangun beberapa rumah.
Disamping para tukang, ada juga
beberapa orang Pajang yang bekerja membantu pemotongan pohon maupun pembangunan
rumah di bulak amba dan beberapa orang Pajang lainnya juga bekerja sebagai
tukang adang.
Hari itu, disamping membawa kayu ke
bulak amba, mereka juga disibukkan dengan memotong banyak sekali pohon-pohon
jati yang mempunyai ukuran kecil, diletakkan dipinggir hutan, sehingga besok
pagi tinggal membawa kayu-kayu itu ke bulak amba.
Demikianlah, mereka terus bekerja,
membangun beberapa rumah di sekitar dalem kadipaten Pajang, dan mereka juga
melakukan kelanjutan pendadaran bagi para calon prajurit Pajang.
Lebih dari tiga ratus orang pemuda
yang mengikuti pendadaran, lebih dari dua ratus orang yang telah dinyatakan
lulus, dan puluhan pemuda dinyatakan gagal, sehingga harus melupakan angan-angannya
untuk menjadi prajurit Pajang.
Para pemuda yang telah lulus
pendadaran, setiap hari dilatih dasar-dasar ilmu silat oleh Wenang dan Jaka
Wila. Mereka masih belum dibagi menjadi beberapa kesatuan prajurit, hanya
beberapa belas orang telah dipilih dan dilatih secara khusus oleh Ki Pemanahan
untuk menjadi pasukan sandi kadipaten Pajang.
Calon pasukan sandi Kadipaten
Pajang, disamping dilatih olah kanuragan, juga dilatih cara-cara menyusup ke
daerah musuh, dan dilatih cara mencari berita di daerah lawan.
Demikianlah beberapa hari telah
berlalu, dan hari pisowanan agung, pada hari Anggara Kasih menjadi semakin
dekat.
Karebetpun mempersiapkan dirinya
dengan sebaik-baiknya, pakaian terbaiknya telah disiapkan, bahkan Keris Kyai
Naga Siluman yang berada didalam kotak miliknyapun telah diambilnya dari atas
pohon beringin dan saat ini telah disimpan didalam kamarnya.
Ketika waktu pisowanan agung masih
kurang tiga hari lagi, Karebetpun telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk
berangkat ke kotaraja Demak.
Di malam hari, sebelum keberangkatan
mereka esok pagi, iapun mengumpulkan semua sahabat-sahabatnya di pendapa, di
bawah nyala pelita kecil yang apinya terus bergerak terkena semilir angin
malam.
"Besok pagi kita berlima
berangkat setelah matahari terbit" kata Karebet.
"Kakang Pemanahan dan kakang
Penjawi nanti ikut masuk di pisowanan agung yang bertempat di Sasana Sewaka,
sedangkan Mas Manca dan Jaka Wila menunggu diluar Kraton" kata Karebet,
"Malam harinya kita menginap di
jalan, sedangkan malam selanjutnya kita menginap di pesantren Kadilangu, di
tempat Kanjeng Sunan Kalijaga" kata Karebet.
"Ki Wuragil dan Wenang masih
tetap melatih para calon prajurit Pajang, sedangkan para tukang tetap bekerja
membangun rumah dibantu oleh beberapa pembantunya yang berasal dari
Pajang" lanjut Karebet.
Kemudian merekapun masih berbincang
sampai larut malam dan tak terasa haripun telah berganti, mataharipun telah
bersinar, saat itu didepan dalem Kadipaten Pajang telah besiap lima orang yang
akan berangkat menuju kotaraja Demak.
Di pelana kuda mereka, tergantung
sebuah bungkusan yang berisi pakaian terbaik yang mereka miliki, serta sebuah
keris yang akan mereka pakai untuk kelengkapan pakaian mereka.
Disamping itu ada sebuah bungkusan
yang berisi bekal makanan dan sebuah bumbung kecil berisi air minum.
"Ki Wuragil dan kau
Wenang" kata Karebet :"Kami berangkat sekarang, hati-hati, jaga dalem
Kadipaten sebaik-baiknya"
Karebet lalu naik ke punggung
kudanya, demikian juga keempat sahabatnya, mereka semua naik ke punggung kuda, lalu
merekapun menjalankan kudanya menuju kotaraja Demak, diikuti tatapan mata dari
Wuragil dan Wenang beserta orang-orang yang berada didepan kadipaten.
Perlahan-lahan kelima ekor kuda
berjalan meninggalkan dalem kadipaten, berlari-lari kecil, membawa penunggangnya
ke empat orang yang ikut mukti ingin menjadi nayaka praja kadipaten Pajang,
sedangkan yang seorang, sedang nggayuh kamukten tertinggi, yang nasibnya telah
dikatakan oleh seorang Wali yang berpakaian serba wulung ketika ia sedang
menunggu padi gaga di sawah, bahwa dia akan menjadi seorang raja.
Saat ini penunggang kuda yang sedang
nggayuh kamukten, Karebet, pemuda yang diramal oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dua
hari lagi akan segera dilantik menjadi Adipati Pajang, yang bisa dijadikan
sebuah pancadan untuk meraih kamukten yang lebih tinggi lagi, raja di tanah
Jawa.
Matahari belum begitu tinggi
memanjat langit, ketika lima ekor kuda berderap meninggalkan Pajang melewati
daerah di sebelah timur gunung Merapi.
Debu mengepul dipagi hari,
dibelakang kaki lima ekor kuda yang berlari menuju ke arah utara.
Ketika lima ekor kuda telah sampai
di hutan Sima, kudapun tidak bisa di pacu, pepohonan menjadi sedikit agak
rapat. Mataharipun telah sampai dipuncak langit, dan Karebetpun mengajak
sahabatnya untuk beristirahat, makan bekal yang mereka bawa dan memberi minum
kuda-kuda mereka yang kelelahan.
"Kita beristirahat di dekat
belik di tepi sungai kecil di hutan Sima" kata Karebet.
Ketika kuda-kuda mereka telah tiba
di dekat belik yang terletak ditepi sungai kecil, maka para penunggangnyapun
semua turun, Mas Manca dan Jaka Wilapun kemudian memegang tali kendali
kuda-kuda itu, serta membawanya ke tepi sungai.
Kuda-kuda itupun kemudian diberi
minum, setelah itu kendali kudanyapun diikatkan pada sebuah dahan pohon.
Setelah semua kuda telah tertambat
pada dahan pohon disekitar sungai, maka Mas Manca dan Jaka Wila kemudian ikut
beristirahat dibawah sebatang pohon yang rindang bersama yang lainnya.
Mereka berlimapun duduk dan membuka
bekal masing-masing, perut yang lapar ditambah sejuknya duduk dibawah pohon
yang rindang, membuat mereka makan dengan lahapnya.
Beberapa saat kemudian, setelah
selesai makan, merekapun minum air yang berada didalam bumbung-bumbung kecil
yang mereka bawa.
"Perut sudah kenyang, aku jadi
mengantuk" kata Mas Manca
"Ah kau" sahut Jaka Wila.
"Aku masih haus" kata Mas
Manca, kemudian iapun menghabiskan air yang berada didalam bumbungnya.
"Kalau airnya habis, bumbungnya
akan aku isi air di belik itu" kata Jaka Wila, lalu mengumpulkan
bumbung-bumbung yang telah kosong, kemudian dibawanya ke belik di dekat sungai
lalu diisinya dengan air belik.
Beberapa saat mereka beristirahat,
setelah dirasa cukup maka Karebetpun mengajak yang lainnya untuk meneruskan
perjalanannya.
Maka kembali lima ekor kuda berlari
di jalan hutan di daerah Sima, dan tak tak lama kemudian sampailah rombongan
itu di tepi sungai Tuntang. Beberapa kali mereka menuntun kudanya menyeberangi
sungai kecil yang menghadang perjalanannya, beberapa kali pula mereka berhenti
memberi kesempatan kuda mereka untuk makan dan minum.
Ketika matahari hampir tenggelam di
cakrawala barat, mereka bertemu dengan sebuah kali kecil, kemudian rombongan
dari Pajang memutuskan untuk beristirahat ditempat itu.
Setelah menambatkan kudanya, maka
merekapun membersihkan dirinya disungai kecil, dan malam harinya, didepan nyala
perapian, mereka membakar beberapa jagung yang masih muda. Tak banyak yang
mereka bicarakan, angan-angan merekapun masing-masing telah melayang-layang dan
berputar-putar ke seluruh bumi Demak.
Ketika malam semakin larut,
perapianpun sudah padam, merekapun tidur bersandar pada pohon ditepi jalan,
beratap langit berselimut mega.
Rasa dingin yang menyerang menusuk
sampai ke tulang, mereka tahan dengan memakai selembar dua lembar kain panjang
yang telah mereka bawa..
Disekitar mereka, hanya terdengar
suara cengkerik, diselingi suara burung malam, kadang-kadang juga terdengar
suara dari kepak sayap beberapa ekor kelelawar yang sedang mencari buah-buahan
yang berada di beberapa pohon disekitar sungai Tuntang.
Setelah lewat tengah malam terdengar
beberapa kali kokok ayam alas, yang jaraknya agak jauh dari tempat istirahat
mereka.
Setelah fajar menyingsing, suara
burung liar yang bersahutan di beberapa pohon telah menghiasi udara pagi yang
dingin di tepi sungai Tuntang.
Merekapun semua bangun, lalu
membersihkan dirinya di tepi sungai kecil, yang melintang di jalan yang akan
dilaluinya nanti.
Ketika udara mulai terasa hangat,
lima orang dari Pajang telah berada diatas punggung kuda menuju arah utara.
"Sebelum tengah hari, kita
sudah berada di Kadilangu" kata Karebet.
"Ya" kata Pemanahan.
"Saat ini kita belum mencapai
daerah Godong, nanti setelah sampai di daerah Godong, kotaraja Demak sudah
terasa dekat" kata Penjawi.
Merekapun melarikam kudanya,
matahari semakin tinggi ketika kaki-kaki kuda yang mereka kendarai telah
menginjak daerah Godong.
Kuda-kudapun masih tetap berlari dan
ketika menjelang tengah hari, dari jauh daerah Kadilangu telah kelihatan.
"Itu Kadilangu, kita bisa
sampai disana sebelum tengah hari" kata Karebet sambil tangannya menuding
arah ke Kadilangu.
Tak lama kemudian merekapun telah
sampai di pintu gerbang pesantren Kadilangu, disambut oleh beberapa santri yang
berada didepan pintu.
Karebetpun mengucap salam, dan
dijawab oleh para santri Kadilangu.
Beberapa orang santri mendekat dan
memegang kendali kudanya, untuk dirawat di halaman samping.
"Kanjeng Sunan Kalijaga telah
menunggu kedatangan kalian di ruang dalam" kata salah seorang santri
kepada Karebet.
"Ya, kami datang tepat
waktu" kata Karebet sambil turun dari kudanya, dan diikuti oleh semua
orang dalam rombongannya.
"Silahkan masuk, Kanjeng Sunan
berada di dalam" kata santri yang menyambutnya.
Kemudian Karebet dan semua orang
dalam rombongan mencuci kakinya di jambangan samping rumah lalu merekapun masuk
kedalam ruang dalam, tempat Kanjeng Sunan Kalijaga telah menanti kedatangan
mereka.
Didepan pintu mereka mengucap salam
dan terdengar ada orang yang menjawab salam mereka dari dalam ruangan.
"Masuklah Karebet" kata
suara dari dalam ruangan, suara Kanjeng Sunan Kalijaga.
Karebetpun masuk kedalam ruangan,
diikuti oleh keempat sahabatnya, dan terlihat didalam ruangan, Kanjeng Sunan
Kalijaga duduk diatas tikar.
Kemudian Karebet dan para sahabatnya
menyalami Kanjeng Sunan Kalijaga, dan setelah itu merekapun duduk bersila
didepan Kanjeng Sunan.
(bersambung)
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
BalasHapussedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau
Mungkin kah
BalasHapus