KERIS KYAI SETAN KOBER 31
KARYA : APUNG SWARNA
BAB 11 : NAYAKA PRAJA 3
"Kadipaten Pajang adalah sebuah
Kadipaten yang baru saja lahir, Kadipaten yang baru akan tumbuh, kita semua
belum tahu songsong berwarna apa yang nanti akan diberikan oleh Kasultanan Demak
untuk Kadipaten Pajang, mungkin nanti setelah pawiwahan pengantin, kita semua
bisa mengetahui songsong Kadipaten Pajang" kata Pemanahan.
Wenangpun menganggukkan kepalanya,
ia bisa mengerti keterangan yang diberikan oleh Pemanahan, mungkin saat ini
songsong Kadipaten Pajang sedang dibuat di kotaraja Demak, dan nanti pada
saatnya, songsong itu akan diberikan untuk Kadipaten Pajang. Pembicaraan mereka
berdua terhenti ketika Lurah Wasana bersama seorang prajurit Wira Manggala yang
berusia setengah baya, mendekati Wenang dan Pemanahan.
"Ki Pemanahan, nanti yang
menjadi pranata adi cara adalah Ki Prana, sedangkan saya bersama Ki Ageng Nis
Sela dan dua orang prajurit Wira Manggala lainnya akan menjemput Kanjeng
Adipati di dalem Kadipaten" kata Lurah Wasana.
"Baik Ki Lurah Wasana"
kata Pemanahan.
Tidak lama kemudian, beberapa orang
bebahu beberapa dusun di Kadipaten Pajang yang akan mengikuti pasewakan, telah
ada yang datang ke Sasana Sewaka.
Didepan Sasana Sewaka, beberapa
orang berpakaian prajurit dari kesatuan Wira Manggala tampak berjaga-jaga
dengan menyandang sebuah pedang pendek yang disangkutkan di ikat pinggangnya
Seperti air mengalir, satu per satu
para bebahu datang ke Sasana Sewaka, ada juga dari tempat yang jauh, Pengging
atau Butuh yang masih termasuk dalam wilayah Kadipaten Pajang. Beberapa orang
prajurit Wira Manggala ada yang bertugas mencatat mereka yang datang, ada pula
yang mengantar mereka masuk ke dalam Sasana Sewaka.
Wenang yang berdiri bersama Lurah
Wasana, Pemanahan dan beberapa orang yang lain, yang saat itu yang berada
didepan Sasana Sewaka, melangkah maju, ketika melihat seorang tua yang baru
saja datang dan akan mengikuti acara pasewakan. Setelah bertemu, lalu diajaknya
dan dikenalkannya kepada yang ada didepan Sasana Sewaka.
"Ini ayahku, Ki Ageng
Butuh" kata Wenang
"Senang bertemu Ki Ageng"
kata Pemanahan.
Ki Ageng Butuh, saudara seperguruan
Ki Ageng Pengging, tersenyum ramah kepada semua calon nayaka praja Kadipaten
Pajang. Setelah itu Wenangpun mengantar Ki Ageng Butuh masuk ke dalam ruangan
Sasana Sewaka.
Ketika matahari semakin tinggi,
Sasana Sewaka sudah hampir penuh, kelihatannya pasewakan akan segera dimulai.
Diluar Sasana Sewaka, dipenuhi
puluhan orang-orang yang tidak ikut masuk kedalam, mereka bukan para bebahu
Pajang, tetapi rakyat Pajang yang ingin menyaksikan jalannya pasewakan yang
pertama di Kadipaten Pajang.
Diantara puluhan orang-orang yang
berjalan kesana kemari didepan Sasana Sewaka, terdapat seorang tua berpandangan
tajam, memakai ikat kepala dan membawa tongkat, kumis dan janggutnya sudah
berwarna putih. Orang tua itu berjalan tertatih-tatih, berbaur bersama puluhan
orang yang lain.
Ketika dilihatnya didalam Sasana
Sewaka hampir penuh, iapun mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata dalam
hati :"Kelihatannya para bebahu Pajang semuanya datang, tidak ada yang
mbalela"
Orang tua itupun berkali-kali
mengelus kumis dan janggutnya yang putih :"Mudah-mudahan kumis dan
janggutku ini cukup kuat, tidak jatuh dijalan" kata orang tua itu dalam
hati.
Betapa ia bangga terhadap
kemenakannya, anak dari adiknya Kebo Kenanga, Karebet yang sekarang bernama
Hadiwijaya, satu-satunya keturunan Pengging yang mampu menyamai kedudukan
eyangnya, menjadi seorang adipati.
Ketika didepan Sasana Sewaka ada
seorang anak muda yang telah dilihatnya semalam, maka iapun berkata dalam hati
:"Itu Wenang, ilmunya cukup untuk menjadi salah satu benteng Kadipaten
Pajang, dia pantas untuk menjadi seorang nayaka praja Pajang"
"Ternyata Wenang adalah anak
dari Ki Ageng Butuh" katanya dalam hati sambil berjalan perlahan-lahan
menuju kesebuah pohon diseberang Sasana Sewaka dan duduk disitu bersama
beberapa orang yang lain.
Orang tua yang membawa tongkat itu
adalah Kebo Kanigara yang sedang menyamar, yang selalu membayangi dan
melindungi kemenakannya.
Pandangan matanya yang tajam melihat
beberapa orang calon nayaka praja masih berdiri didepan Sasana Sewaka,
dilihatnya Ki Ageng Nis sedang berbicara dengan seorang Lurah prajurit Wira
Manggala.
"Itu Ki Ageng Nis Sela,
mudah-mudahan Hadiwijaya bisa menarik dia supaya berpihak ke Pajang" kata
Kebo Kanigara dalam hati.
Dilihatnya Lurah Wira Manggala
sedang berbicara dengan seorang prajurit, lalu semua orang calon nayaka praja
masuk ke dalam Sasana Sewaka.
Setelah itu Ki Ageng Nis Sela dan
Lurah Wira Manggala serta dua orang prajurit, berjalan menuju dalem kadipaten
untuk menjemput Adipati Hadiwijaya.
Didalam Sasana Sewaka, di depan
sendiri, duduk bersila Wenang, Pemanahan, Penjawi, Wuragil, Jaka Wila dan Mas
Manca.
Seorang prajurit Wira Manggala, Ki
Prana, yang menjadi pranata adi cara pasewakan, memberitahukan sebentar lagi
Kanjeng Adipati Hadiwijaya akan memasuki ruangan.
Ki Prana berbicara dengan keras,
sehingga bisa didengar oleh semua yang hadir di Sasana Sewaka, iapun mohon
kepada semua yang hadir untuk berdiri, bersikap dengan tangan ngapurancang,
serta kepala menunduk sebagai rasa hormat kepada Adipati Pajang, Kanjeng
Adipati Hadiwijaya.
Para bebahu yang hadir semuanya
telah berdiri, menunggu kedatangan Adipati Hadiwijaya di ruangan Sasana Sewaka.
Tak lama kemudian, terlihat Adipati
Hadiwijaya mengenakan busana ksatrian, memakai keris yang menjadi sipat kandel
Kadipaten Pajang, berjalan perlahan-lahan memasuki Sasana Sewaka, di sebelah
kanannya berjalan Lurah Wasana dari kesatuan prajurit Wira Manggala Kasultanan
Demak, disebelah kirinya berjalan Ki Ageng Nis Sela, sedangkan dibelakangnya
berjalan dua orang prajurit Wira Manggala Demak.
Semua yang hadir bersikap
ngapurancang dan membungkukkan badannya serta menyembah ketika Sang Adipati
lewat didepannya.
Perlahan-lahan Adipati Hadiwijaya
berjalan kedepan, kemudian duduk di kursi, menghadap ke semua yang hadir di
Sasana Sewaka. Setelah Adipati Hadiwijaya duduk di kursi, para bebahu yang
hadir kemudian kembali duduk bersila dilantai, dengan kepala tetap menunduk.
Setelah mengantar Adipati Hadiwijaya
duduk di kursi, Lurah Wasana dan Ki Ageng Nis Sela kemudian berdiri di belakang
Sang Adipati, sedangkan dua orang prajurit Wira Manggala segera duduk bersila
dilantai di belakang Lurah Wasana dan Ki Ageng Nis Sela. Didalam Sasana Sewaka,
Ki Prana mengatakan pasewakan akan segera dimulai, dan semua yang hadir akan
mendengarkan titah dari Kanjeng Adipati Hadiwijaya.
Adipati Hadiwijaya mengedarkan
pandangannya kepada semua bebahu yang duduk bersila dihadapannya, lalu
dilanjutkan dengan sambutannya yang pertama, yang diucapkan dengan tenang dan
tegas.
Tidak banyak kalimat yang diucapkan,
Adipati Hadiwijaya hanya menjelaskan, saat ini kedudukannya sebagai Adipati
Pajang adalah sah karena diangkat oleh Kanjeng Sultan Trenggana, sebagai
penguasa tunggal Kasultanan Demak
Kadipaten Pajang berada dibawah
kekuasaan Kasultanan Demak yang kekuasaannya meliputi semua Kadipaten, Tanah
Perdikan, Kademangan, Kabuyutan, Pedusunan, Pakuwon yang tersebar hampir
diseluruh tanah Jawa.
Tak lupa Adipati Hadiwijayapun
mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan pemberian asok bulu bekti yang
telah diberikan oleh para bebahu diseluruh tlatah Pajang dan telah diterimanya
kemarin.
Kemudian dilanjutkannya dengan acara
pengangkatan beberapa orang yang akan dijadikan sebagai nayaka praja
pemerintahan Kadipaten Pajang. Hampir semua orang yang hadir berdebar-debar
menanti titah Kanjeng Adipati Hadiwijaya selanjutnya, menunggu apa yang akan
diucapkan tentang pengangkatan nayaka praja Kadipaten Pajang.
"Untuk pembentukan nayaka
praja, aku telah mempertimbangkan masak-masak, semua yang aku angkat telah aku
ketahui kesetiaannya kepada Kadipaten Pajang" kata Adipati Hadiwijaya.
"Yang pertama, Dimas Wenang,
aku angkat menjadi sentana dalem, dengan nama baru Wenang Wulan" kata
Adipati Hadiwijaya.
Ki Ageng Butuh yang mendengar
anaknya, Wenang diangkat menjadi sentana dalem menjadi gembira.
"Nama barunya Wenang Wulan, dan
aku telah menyaksikan sendiri ketika berada ditepi sungai mengejar seberkas
sinar yang ternyata sinar itu adalah sebuah wahyu keraton, dan sekarang wahyu
itu sudah masuk, manjing didalam diri Adipati Hadiwijaya, dan sebentar lagi
akan meningkat menjadi seorang Raja atau seorang Sultan, Sultan Hadiwijaya,
maka Wenang Wuianpun sebutannya berubah menjadi seorang Pangeran, Pangeran
Wenang Wulan" kata Ki Ageng Butuh dalam hati.
Ki Ageng Butuhpun menjadi gembira
karena Wenang Wulan sekarang sudah menjadi seorang sentana dalem Kadipaten
Pajang.
"Aku hanya menjadi seorang
bebahu di Butuh, tetapi anakku Wenang Wulan diangkat menjadi seorang sentana
dalem Kadipaten Pajang" desis Ki Ageng Butuh tersenyum gembira
Suasana Sasana Sewaka menjadi
hening, kemudian terdengar suara Adipati Hadiwijaya.
"Untuk pengangkatan nayaka
praja Kadipaten Pajang selanjutnya" kata Adipati Pajang :"Ki
Pemanahan dan Ki Penjawi, keduanya aku angkat sebagai perwira Penatus Kadipaten
Pajang sekaligus merangkap tugas sebagai penasehat Adipati" kata Adipati
Hadiwijaya.
Mendengar keputusan tentang
pengangkatan terhadap anaknya Pemanahan dan anak angkatnya Penjawi, Ki Ageng
Nis Sela yang berdiri berada di belakang Sang Adipati menjadi senang.
"Bagus, Pemanahan dan Penjawi
telah diangkat menjadi seorang perwira Penatus Kadipaten Pajang, yang berhak
memimpin prajurit paling sedikit seratus orang" kata Ki Ageng Nis dalam
hati.
"Kalau beberapa warsa lagi
Kadipaten Pajang bisa menjadi besar, maka Pemanahan dan Penjawi bukan lagi
seorang perwira Penatus, tetapi bisa naik menjadi seorang perwira Panewu,
bahkan nantinya mereka dapat menjadi seorang senapati yang bisa memimpin
prajurit segelar sepapan" pikir Ki Ageng Nis menganyam harapan.
"Disamping menjadi seorang
perwira Penatus, Pemanahan dan Penjawi juga mendapat kehormatan sebagai penasehat
Adipati Pajang" kata Ki Ageng Nis Sela sambil tersenyum.
"Pembentukan nayaka praja
selanjutnya" kata Adipati Pajang :"Ki Wuragil dan Dimas Jaka Wila,
keduanya aku angkat sebagai Bupati njero dengan nama baru Ngabehi Wuragil dan
Ngabehi Wilamarta" kata Adipati Hadiwijaya.
"Selanjutnya, Mas Manca akan
menjalankan tugas sebagai Patih Kadipaten Pajang dengan nama baru, Patih
Mancanagara" kata Adipati Pajang.
Semua yang hadir menyaksikan,
pembentukan nayaka praja Kadipaten Pajang sudah selesai dibacakan oleh Adipati
Hadiwijaya, dan acara pasewakan kemudian dilanjutkan dengan pemberian Serat
Kekancingan.
Para nayaka praja yang baru
diangkat, sentana dalem Wenang Wulan, Pemanahan, Penjawi, Ngabehi Wuragil,
Ngabehi Wilamarta dan Patih Mancanagara, semuanya berdiri dan siap menerima
Serat Kekancingan yang telah dipersiapkan. Mereka menerima Serat Kekancingan
yang ditulis sendiri oleh Adipati Hadiwijaya dalam keadaan tergulung, setelah
itu merekapun kembali ketempatnya, duduk bersila dihadapan Adipati Hadiwijaya.
Setelah acara pembentukan nayaka
praja selesai, maka Adipati Hadiwijaya mengatakan kepada semua yang hadir, dua
pasar lagi ia akan melangsungkan pernikahannya dengan Sekar Kedaton Kasultanan
Demak, Putri Mas Cempaka.
Adipati Hadiwijaya mengatakan, dua
pasar lagi rombongan Adipati Pajang akan berangkat ke kotaraja untuk
melaksanakan adi cara lamaran kepada putri Sultan Trenggana yang menjadi Sekar
Kedaton Kasultanan Demak, putri Mas Cempaka.
Selanjutnya Sang Adipati
menjelaskan, setelah pahargyan pernikahannya, maka sepasar kemudian pengantin
wanita akan diboyong ke Pajang, untuk itu ia mohon doa restu kepada seluruh
rakyat Pajang, agar supaya semua acara yang di jalani dapat terlaksana dengan
lancar.
Setelah itu Ki Prana mengatakan, adi
cara pasewakan dilanjutkan dengan pembacaan doa yang akan dibacakan oleh
Pemanahan.
Pemanahanpun berdiri dan sebagai
salah seorang murid dari Kanjeng Sunan Kalijaga, maka Pemanahanpun dengan
tenang dan lancar segera membaca doa. Tak lama kemudian, setelah pembacaan doa
selesai, maka acara Pasewakan telah dinyatakan selesai, Ki Prana mempersilahkan
Kanjeng Adipati Hadiwijaya, untuk berdiri dan kembali ke ruang dalem kadipaten.
Setelah mendengar Kanjeng Adipati
kembali ke ruang dalem Kadipaten, maka semua yang hadir di Sasana Sewaka segera
berdiri ngapurancang, membungkukkan badan dan menundukkan kepala, lalu
merekapun menyembah, menghormat kepada Kanjeng Adipati yang lewat di depannya.
Lurah Wasana dan Ki Ageng Nis Sela
juga segera berdiri mengapit Kanjeng Adipati yang bersiap untuk berjalan ke
dalem kadipaten, demikian juga dengan dua orang prajurit Wira Manggala yang
duduk dibelakangnya, mereka berdua telah berdiri, siap mengawal Adipati
Hadiwijaya.
Beberapa saat kemudian, berjalanlah
Adipati Hadiwijaya diapit oleh Lurah Wasana dan Ki Ageng Nis Sela dan
dibelakangnya berjalan dua orang prajurit Wira Manggala.
Demikianlah, pasewakan pertama telah
dilaksanakan di Kadipaten Pajang, semua acara telah berlangsung lancar, dan
setelah Adipati Hadiwjaya kembali ke dalem Kadipaten, pasewakanpun selesai dan
telah dibubarkan.
Terlihat beberapa orang bergerombol
pulang meninggalkan Sasana Sewaka, termasuk juga seorang tua yang memakai
tongkat dan berjalan tertatih-tatih menuju ke arah hutan disebelah barat
bersama beberapa orang yang lain, dan setelah sampai dibawah kerimbunan
pohon-pohon ditepi hutan, tiba-tiba orang tua itupun telah menghilang dari
pandangan.
Di depan Sasana Sewaka, setelah
berpamitan kepada nayaka praja Kadipaten Pajang, Ki Ageng Butuhpun berjalan
pulang ke Butuh diantar oleh Wenang Wulan sampai di tepi hutan,
Sementara itu di Kadipaten Jipang,
di depan Sasana Sewaka, beberapa orang kepercayaan Adipati Arya Penangsang
sedang berdiri dan berbicara tentang kesiapan menata Jipang yang baru tumbuh.
Rangkud bersama Lurah Radya dari
kesatuan Wira Manggala sedang membicarakan persiapan pasewakan yang pertama
bagi Kadipaten Jipang.
"Kapan Adipati Arya Penangsang
akan mengadakan pasewakan di Kadipaten Jipang, Rangkud?" kata Lurah Radya,
"Empat hari lagi Ki Lurah"
jawab Rangkut.
"Kita masih punya waktu tiga
hari, besok para prajurit Wira Manggala akan berkeliling memberitahukan ke para
bebahu diseluruh tlatah Jipang" kata Lurah Radya.
"Ya Ki Lurah, nanti biar
diantar oleh beberapa orang Jipang" kata Rangkud.
Didekatnya, Matahun sedang bersiap
untuk melihat pembangunan dalem kepatihan.
Setelah mendapatkan tempat yang
tidak jauh dari dalem kadipaten, Matahun sejak kemarin tiga orang tukang dan
seorang pembantu, mulai melaksanakan perintah Kanjeng Adipati Jipang, Arya
Penangsang untuk membangun dalem Kepatihan.
"Siapapun nanti yang akan
diangkat menjadi patih Jipang, bagiku tidak masalah, terserah Kanjeng Adipati
Arya Penangsang" kata Matahun dalam hati.
Sejak kemarin, tiga orang tukang
dibantu oleh seorang pemuda telah mulai bekerja, membersihkan dan menebang
beberapa pohon yang tidak terlalu besar, yang berada di tempat itu, mereka
berempat bekerja keras dari pagi sampai sore hari. Ketika matahari semakin
tinggi, Matahunpun kemudian berjalan menuju tempat yang akan dibangun dalem
kepatihan.
Secara diam-diam, Matahun
memperhatikan pemuda yang membantu menebang pohon, seorang pemuda yang rajin,
berkerja terus menerus dari pagi sampai petang, berbadan tegap, kuat, berkumis
tipis, mempunyai pandangan mata yang tajam seperti seekor macan.
"Hm seorang anak muda yang
tegap dan gagah, dari pada hanya membantu tukang kayu, anak itu lebih pantas
menjadi seorang prajurit Jipang" kata Ki Matahun dalam hati.
Ketika waktu istirahat, Matahunpun
memanggil anak muda yang menarik perhatiannya itu.
"Siapa namamu anak muda?"
tanya Matahun.
"Nama saya Anderpati"
jawab anakmuda itu.
"Kau berasal dari mana
Nderpati?" tanya Matahun.
"Dari sini Ki, Jipang"
jawab Anderpati
"Kau sejak kecil tinggal di
Jipang?"
"Ya Ki Matahun, sejak lahir
saya berada di Jipang"
"Daripada menjadi pembantu
tukang kayu, sebetulnya kau lebih pantas menjadi seorang prajurit Jipang,
Nderpati" kata Ki Matahun.
"Belum mendapat kesempatan
Ki" kata Anderpati.
"Nderpati, nanti setelah
Kanjeng Adipati Arya Penangsang pulang dari kotaraja Demak tiga pasar lagi,
akan segera dibentuk prajurit Jipang, aku harapkan kau bisa ikut pendadaran
prajurit Nderpati" kata Matahun.
"Ya, Ki Matahun" jawab
Anderpati.
"Nderpati, kalau kau menjadi
prajurit, apa yang akan kau perbuat untuk Kadipaten Jipang?" tanya
Matahun.
Anderpati yang bermata tajam setajam
mata seekor macan, menjawab pertanyaan Ki Matahun dengan suara tegas dan tenang
:"Ki Matahun, saya seutuhnya adalah orang Jipang, saya lahir di Jipang,
hidup di Jipang, makan dan minum dari bumi Jipang, seluruh hidupku akan saya
abdikan untuk Kadipaten Jipang"
Matahun yang semakin tertarik dengan
anak muda yang rajin dan bertubuh kuat itu, lalu menepuk bahu anak muda itu dan
berkata pelan :"Bagus Nderpati, sikapmu sebagus namamu Anderpati"
"Nanti malam wayah sepi bocah,
datanglah di tanah lapang ditepi Bengawan Sore, kau tunggu aku disana"
kata Matahun selanjutnya.
"Baik Ki Matahun" jawab
Anderpati.
Setelah melihat-lihat hasil
pembersihan lahan yang akan dibuat dalem kepatihan, Matahunpun kemudian berniat
pulang ke dalem Kadipaten.
"Aku tinggal dulu Nderpati, aku
akan kembali ke dalem Kadipaten, jangan lupa nanti malam, disaat waktu sudah
menunjukkan sepi bocah, kita bertemu di tanah lapang, ditepi Bengawan
Sore" kata Matahun.
"Baik Ki Matahun" kata
Anderpati.
Anderpati melihat ke arah Ki
Matahun, orang yang berilmu tinggi dan dihormati di Kadipaten Jipang Panolan,
berjalan meninggalkannya, kembali menuju dalem Kadipaten.
Hingga matahari condong kebarat,
Anderpati bekerja tanpa kenal lelah, tubuhnya yang kuat, dengan mudah
dipergunakan untuk menyingkirkan kayu-kayu yang sudah ditebang.
Demikianlah, suasana yang terang
berangsur-angsur berubah menjadi gelap, siang berganti malam, dan ketika gelap
telah menyelimuti bumi Jipang, Anderpatipun terlihat sedang berjalan menuju
sebuah tanah lapang kecil dipinggir Bengawan Sore.
"Apa maksud Ki Matahun
menyuruhku datang ke tanah lapang di tepi Bengawan Sore?" katanya dalam
hati.
Anderpati berjalan terus, bulan yang
hanya sepotong, tidak cukup kuat untuk menerangi daerah disekitar Bengawan
Sore, sehingga bayangan pohon kelihatan seperti sebuah bayangan hantu yang siap
menerkam.
Tetapi Anderpati adalah bukan
seorang penakut, ia terus berjalan menuju sebuah tanah lapang tanpa
menghiraukan bayangan hantu yang akan menerkamnya. Beberapa saat kemudian
sampailah ia ke sebuah lapangan kecil yang banyak beterbaran rumput-rumput
dipinggir Bengawan Sore.
Kemudian Anderpatipun duduk dibawah
sebatang pohon, tidak menghiraukan keindahan pantulan cahaya bulan yang
memantul di permukaan air Bengawan Sore, Pandangan matanya yang tajam, setajam
mata harimau, menyapu daerah sekelilingnya, mencari sosok bayangan Ki Matahun
yang menyuruhnya menunggu di tepi Bengawan Sore.
Anderpati tidak usah menunggu lama,
dari kejauhan tampak dua sosok bayangan hitam berjalan menuju ke tanah lapang,
berjalan mendekatinya.
"Itu Ki Matahun dan Ki
Rangkud" desis Anderpati, lalu iapun berdiri menanti bayangan yang semakin
lama semakin dekat.
"Nderpati" kata Matahun
setelah jarak keduanya sudah dekat.
"Ya Ki Matahun" kata
Anderpati.
"Bagus, kau mau datang ketempat
ini, kau tahu maksudku kalau kita ingin bertemu di tempat yang sepi ini?"
tanya Matahun.
"Belum Ki" kata Ki
Matahun.
"Dengar Nderpati, kau aku
panggil kesini, karena aku ingin membunuhmu" kata Matahun.
"Ki Matahun ingin membunuhku?
Aneh, kita tidak mempunyai persoalan apapun" kata Anderpati heran.
"Ada atau tidak ada persoalan
malam ini aku ingin membunuhmu ditepi Bengawan Sore ini, tempat ini sepi, tentu
tidak ada seorangpun yang tahu kalau aku membunuh seorang anak muda yang
bernama Anderpati, bersiaplah Nderpati" kata Matahun.
"Rangkud, bunuh dia"
teriak Matahun keras sambil telunjuknya menuding ke arah Anderpati.
Setelah memberi perintah kepada
Rangkud, maka Matahun kemudian menepi dan berdiri sambil bersedekap
menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, menunggu Rangkud yang yang berjalan
mendekati Anderpati.
Anderpati yang masih heran melihat
sikap Matahun, orang yang berilmu tinggi dan dihormati oleh penduduk Jipang,
terkejut ketika melihat Rangkud telah bersiap menyerangnya, dan Anderpatipun
tahu, Rangkud adalah salah seorang tokoh yang berilmu tinggi di Kadipaten
Jipang, orang kepercayaan Adipati Arya Penangsang.
Tetapi Anderpati bukan seorang
pengecut, dia pernah diajari olah kanuragan oleh pamannya yang menjadi tukang,
yang saat ini sedang membangun dalem kepatihan, sesaat kemudian Anderpatipun
juga bersiap, dia tidak mau mati di tepi Bengawan Sore tanpa perlawanan.
"Bersiaplah Nderpati, aku akan
membunuhmu sekarang, melawan atau tidak melawan" kata Rangkud.
Kemudian Rangkudpun melompat
kedepan, tangannya terayun keras memukul badan Anderpati, yang terpaksa
melompat mundur. Rangkudpun melompat sekali lagi mengejar Anderpati, dengan
pukulan sisi telapak tangannya, dari arah samping kanan, dan Rangkudpun
berusaha memukul pundak Anderpati.
Dengan cepat Anderpati memutar dan
menggeser badannya kesamping, dan jari tangannya mengepal dan memukul lurus
tangan Rangkud yang sedang menyerangnya.
Rangkud yang sudah menduga serangan
itu, sisi telapak tangannya seketika berubah mengembang lima jari, dan dengan
kecepatan yang tidak diduga oleh lawannya, kepalan tangan Anderpati masuk
kedalam cengkeraman lima jari Rangkud.
Anderpati merasa terkejut ketika
kepalan tangannya tertangkap oleh lima jari Rangkud yang kuat. Anderpati merasa
kepalan tangannya seperti dijepit besi, tetapi tiba-tiba terasa jepitan itu
melonggar dan tangannyapun terlepas, dan ketika ia merasa kepalan tangannya
sudah bebas, maka dengan cepat ia melompat maju, dan tendangan kaki Anderpati
bergerak akan menghantam perut Rangkud.
Rangkudpun tidak mau perutnya diadu
dengan kaki lawannya, segera kedua tangannya digerakkan kebawah menangkis kaki
Anderpati.
Untuk kedua kalinya terjadi
benturan, kaki Anderpati beradu dengan tangan Rangkud.
Anderpati merasa kakinya seperti
membentur dinding batu padas, sehingga ia melompat mundur selangkah, tetapi
akibat yang tidak diduganya adalah, benturan itu mengakibatkan Rangkud
terlempar ke belakang dua langkah, jatuh berguling lalu dengan tangkasnya
Rangkudpun bisa berdiri tegak, bersiap menerima serangan dari Anderpati.
Melihat Rangkud terlempar kebelakang
tiga langkah, Anderpati berbesar hati, iapun lalu melompat kedepan menyerang
dengan sisi telapak tangannya kearah kepala.
Ditepi lapangan, Matahun dengan
sepenuh hati memperhatikan pertarungan antara Rangkud melawan Anderpati,
matanya yang tajam mengamati setiap gerakan yang dilakukan oleh Anderpati.
Pandangan mata Matahun yang tajam melihat
gerakan olah kanuragan yang dilakukan oleh Anderpati.
Semua gerakan yang dilakukan oleh
Anderpati diperhatikan oleh Matahun, menendang, menyikut, memukul, menangkis,
menghindar kesamping, berguling, melompat kedepan maupun kebelakang, semuanya
tidak luput dari pandangan Matahun yang tajam.
"Hmm semua gerakannya masih
mentah" kata Matahun dalam hati.
"Anderpati hanya berbekal
keberanian saja, untung saja bentuk tubuh dan kekuatannya bagus, jadi lebih
mudah membentuknya" kata Matahun dalam hati
Beberapa saat telah berlalu,
Rangkudpun masih melayani semua serangan yang dilakukan oleh Anderpati,
keduanya bergerak cepat saling serang, saling pukul, seringnya terjadi benturan
mengakibatkan tangan dan kaki Anderpati terasa sakit.
Mereka berdua masih mampu bergerak
cepat, baju Anderpati telah basah kuyup terkena keringat yang keluar dari
badannya.
Ketika Rangkud sudah merasa
pertarungan sudah cukup lama, maka iapun berniat untuk menghentikan pertarungan
ini, iapun memandang ke arah Matahun, dan Rangkudpun melihat Ki Matahun
menganggukkan kepalanya.
Ketika Anderpati memukul wajah
Rangkud dengan kepalan tangannya, dengan cepat Rangkud bergeser dan berputar ke
kiri, dan tiba-tiba Anderpati merasa tangannya dipegang Rangkud erat sekali,
dan dengan kecepatan yang mengagumkan, Rangkud bergerak ke bekakang tubuhnya,
dan secara cepat tangannya telah terpilin ke belakang, sehingga Anderpati tidak
mampu sama sekali untuk bergerak.
"Cukup Rangkud, berhenti
Nderpati" teriak Matahun.
"Berhenti !" teriak
Matahun selanjutnya.
Anderpati yang tangannya terpilin
kebelakang, tidak bisa bergerak sama sekali, kecepatan Rangkud sewaktu memilin
tangannya ke punggungnya adalah diluar dugaannya, cepat sekali.
Rangkudpun kemudian melepaskan
tangan Anderpati yang telah dipilinnya sehingga lekat kepunggungnya sendiri.
"Berhenti, cukup sekian latihan
untuk hari ini" kata Matahun selanjutnya.
Anderpati terkejut, dengan nafas
terengah-engah maka iapun menghentikan pertarungan.
"Latihan, maksud Ki Matahun
semua ini hanya latihan?" tanya Anderpati.
"Ya, semua ini memang latihan,
kenapa ?" tanya Matahun sambil tersenyum.
"Ki Matahun tidak jadi membunuh
aku?" tanya Anderpati.
"Nderpati, Nderpati, mana
mungkin aku akan membunuh orang yang setia kepada Jipang, aku bilang akan
membunuhmu, supaya kau mengeluarkan semua kemampuanmu, tetapi ternyata
kenyataannya, kemampuanmu masih mentah, kau tidak punya bekal kemampuan olah
kanuragan sama sekali" kata Matahun.
" Ya Ki" jawab Anderpati
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu dilihatnya Rangkud dengan tubuh
yang masih segar tersenyum kepadanya.
"Berarti Ki Rangkud tadi hanya
pura-pura terlempar ketika terkena tendangan kakiku" kata Anderpati.
"Ya, supaya kau bertambah
semangat untuk berusaha bisa mengalahkan aku" kata Rangkud.
"Bukan begitu Ki Rangkud,
tetapi saya tidak mau mati terbunuh disini" kata Anderpati.
"Dengar Nderpati" kata Ki
Matahun :"Aku inginkan kau besok menjadi salah satu pemimpin prajurit
Jipang yang berkemampuan tinggi seperti Rangkud, tetapi saat ini ilmu
kanuraganmu masih mentah, sehingga kau masih perlu banyak belajar dan
berlatih" kata Matahun.
"Ya Ki Matahun, saya sudah
berusaha tetapi dari dulu ilmu kanuragan saya tidak pernah meningkat" kata
Anderpati.
"Baiklah Anderpati, mulai besok
malam kau akan kulatih, sebelum kita punya tempat yang lebih baik, kau akan
kulatih ditepi Bengawan Sore ini, kecuali kalau aku ada kepentingan lainnya
tidak berada di Jipang, kau bisa berlatih sendiri, kau bisa mengulang semua
jurus yang sudah aku ajarkan" kata Matahun
"Terima kasih Ki Matahun,
terima kasih, Ki Matahun sudah mau menerima saya sebagai murid" kata
Anderpati.
"Ya, yang penting bagiku adalah
sikapmu Nderpati, hidup matimu kau pergunakan untuk membela Jipang"
"Ya Ki, berarti saya
bersama-sama Ki Rangkud adalah saudara seperguruan" kata Anderpati.
"Berbahagialah kau Anderpati,
aku memang pernah diajari sejurus dua jurus, tetapi aku bukan murid Ki Matahun,
kau adalah satu-satunya orang yang diangkat menjadi murid oleh Ki Matahun"
kata Rangkud menjelaskan.
"Terima kasih Ki Matahun,
terima kasih Ki Rangkud" kata Nderapati
"Ya mari kita pulang, besok
kita berlatih lagi" kata Matahun.
Matahun dan Rangkudpun kemudian
meninggalkan tanah lapang ditepi Bengawan Sore, demikian juga dengan Anderpati
yang mempunyai sorot mata seperti seekor macan, dia mengambil jalan lain,
pulang ke rumahnya sendiri.
Malampun semakin larut, dan ketika
malam telah sampai diujungnya, maka matahari segera muncul disebelah timur, dan
bangunlah seisi bumi Jipang,
Ketika tlatah Jipang sudah semakin
terang, maka Lurah Radya memerintahkan beberapa orang prajurit Wira Manggala
untuk berkeliling diseluruh pelosok Jipang, memberitahu kepada semua bebahu
Kadipaten Jipang untuk memenuhi kewajiban sowan pada pasewakan yang pertama
yang akan diadakan di Sasana Sewaka, dua hari lagi.
Tiga kelompok prajurit Jipang bersama
seorang penunjuk jalan dari Jipang, mulai berangkat meninggalkan Sasana Sewaka,
Tanpa kesuiitan apapun, mereka
menemui semua bebahu, dan sambutan dari para bebahu semuanya sangat baik,
karena keluarga Arya Penangsang sudah sangat dikenal dan dihormati di seluruh
Kadipaten Jipang. Sejak jaman Majapahit, Jipang sudah merupakan sebuah desa
yang besar, yang mempunyai seorang Senapati Demak, Sunan Ngudung yang merupakan
eyang dari Adipati Arya Penangsang.
Saat ini, tidak ada seorangpun
bebahu dari Kadipaten Jipang yang menyangsikan kemampuan Arya Penangsang dalam
memimpin Kadipaten Jipang.
(bersambung)
Wah bacaaan ini cukup bagus tapi menggantung di jilid 31 postingan sept 2014.....apakah ada lanjutanya matur nusun
BalasHapusAssalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
Hapussedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau
Asem ki, terusane jilid 32 durung ana, kiro2 muncul meneh kapan yo
Hapusmana kelanjutan nya...bikin kecewa sipembaca
BalasHapusEpisode selanjutnya mana nih...?
BalasHapusDitunggu sanget kelanjutannya, moga pakde apung panjang umur & sehat selalu, amin
BalasHapusDitunggu kelanjutannya..
BalasHapusKelanjutannya mana jilid 32 Om ?!
BalasHapusLanjuuut....
BalasHapusMana kelanjutannya, kami sungguh menanti itu.
BalasHapusKi Apung, mana kelanjutannya (episode 32 dst) ? Please deh....
BalasHapusDi toko buku masih ada. Silakan beli bukunya Keris Kyai Setan Kober. Dijamin puas sampai tamat.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusdi Toko buku mana Mba ya?
HapusYang di toko buku apa ceritanya sama?
HapusYang di toko buku apa ceritanya sama?
HapusAlamat Web dimana ya? Tolong....
BalasHapusbanyak yang menanyakan lanjutannya itu lho. tolong mas apung dipenuhi
BalasHapusSelama ini masih banyak yg belum terungkap dalam sejarah. Misalnya siapa aryo penangsang, ternyata ada kaitan keturunan dg sn kudus. Krn itu tolong lanjutannya jld 32 dstnya..... Pppp
BalasHapusBagus banget, tp kelanjutannya kok tidak ada?? Saya tunggu kelanjutannya episode 32 dst.
BalasHapusEpisode 32 dst ada mas. Silahkan kontak sy via email
HapusNama Email-nya apa pak
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusCeritanya bagus banget tp kelanjutan episode 32 dst mn ya ...
BalasHapusGelo aeri 32 kok gak ada...
BalasHapusKira kira ada kelanjutannya gk ya cerita ini?
BalasHapusAda
HapusYg perlu episode 32 dst silahkan kontak via email
HapusNggih pak....nama emailnya apa ya?
Hapusselamat siang..mohon lanjutannya 32 dan seterusnya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusCeritanya sangat menarik, kiranya cerita ini dituntaskan, tidak mudah mengumpulkan informasi sejarah seperti ini....terima kasih atas suguhan ceritanya....semoga sehat selalu...ditunggu kelanjutanya...
BalasHapus32 dan selanjtnya mana nih
BalasHapushehe..
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSudah tamatkah ?
BalasHapusYang no 32 mn ya...
BalasHapusTrims
Kangmas Apung episode 32 dst ditgu kaum milineal spy bs ngikuti sejarah penasaran kelanjutan Pajang ....please
BalasHapus32 ditunggu pandemen sejarah mas
BalasHapusMohon kangmas Apung seri 32 nya dilanjutkan. Terima kasih
BalasHapusKangmas Apung byk penggemar dan antusias dgn cerita ini, tolong jgn kecewakan...salam kenal
BalasHapuspindah disini : https://keris-kyai-setan-kober.blogspot.com/2019/01/keris-kyai-setan-kober-55.html
BalasHapus